Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Kematian di Amerika Serikat (AS) akibat virus corona baru bisa mencapai 200.000 orang, ketika New York, New Orleans, dan kota-kota besar lainnya akan segera kehabisan pasokan peralatan medis.
Melansir Reuters, Dr Anthony Fauci, Direktur Institut Nasional Penyakit Alergi dan Menular, memperkirakan, dalam sebuah wawancara dengan CNN, pandemi virus corona bisa menyebabkan kematian antara 100.000 hingga 200.000 orang di AS.
Kekurangan ventilator di beberapa kota besar memburuk ketika jumlah kematian di negeri uak Sam melewati angka 2.100 orang pada Sabtu (28/3) pekan lalu, lebih dari dua kali lipat dibandingkan dua hari sebelumnya.
Baca Juga: Malaysia tindak lebih tegas pelanggar pembatasan untuk cegah virus corona
AS sekarang memiliki lebih dari 123.000 kasus Covid-19, terbanyak di antara negara mana pun di dunia.
Wali Kota New York Bill de Blasio kepada CNN pada Minggu (29/3) mengatakan, kotanya membutuhkan ratusan ventilator lagi dalam beberapa hari ke depan dan lebih banyak masker, pakaian pelindung, juga perlengkapan lainnya pada 5 April.
Sementara Gubernur New Orleans John Bel Edwards mengungkapkan, negara bagiannya akan kehabisan ventilator sekitar 4 April, dan para pejabat di Louisiana masih belum tahu, apakah mereka akan menerima ventilator dari persediaan nasional.
Baca Juga: Setelah sempat melonjak, China laporkan penurunan kasus corona untuk hari keempat
Menurut Edwards kepada acara Face the Nation di CBS seperti dikutip Reutes, Louisiana telah mencoba untuk memesan 12.000 ventilator dari vendor komersial tapi baru menerima 192 unit.
"Kami belum disetujui untuk ventilator dari cadangan nasional. Saya terus menekan kasus itu dan saya berharap kami akan mendapat bagian sepotong dari apa yang tersisa (di persedian nasional)," kata Edwards. "Itu satu-satunya hal yang benar-benar membuat saya terjaga di malam hari".
Para dokter di AS juga sangat prihatin tentang kekurangan ventilator, mesin pernapasan yang dibutuhkan oleh banyak dari mereka yang menderita penyakit pernapasan seperti pneumonia.
Baca Juga: Warga miskin menderita, India tak berniat perpanjang lockdown
Dr Arabia Mollette, dokter layanan darurat di Brookdale dan Rumah Sakit St. Barnabas di Bronx, selalu berdoa selama perjalanan dengan taksi untuk bekerja di pagi hari, sebelum memasuki apa yang dia sebut sebagai "zona perang medis".
Di akhir shift-nya, yang sering berjalan lebih lama dari 12 jam yang dijadwalkan, Molette terkadang tidak bisa menahan air mata.
"Kami berusaha menjaga kepala kami di atas air tanpa tenggelam," sebut Mollette. "Kami takut. Kami berusaha untuk memperjuangkan hidup orang lain, tetapi kami juga berjuang untuk hidup kami".