Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Perdana Menteri Luksemburg Luc Frieden mengatakan, Uni Eropa harus memiliki tentaranya sendiri. Hal tersebut diungkapkan Frieden di tengah kekhawatiran Donald Trump akan menarik keamanan AS untuk Eropa saat dirinya kembali ke Gedung Putih.
Mengutip The Telegraph, Frieden dalam pidatonya di Polandia mengatakan, langkah pertama menuju militer bersama dapat diambil oleh "koalisi yang bersedia" di antara negara-negara anggota.
"Kita perlu membahas perlunya tentara Eropa. Tentara yang sepenuhnya terintegrasi dan dapat dioperasikan dengan NATO dan mitra yang kuat dan sangat diperlukan bagi sekutu Amerika Utara kita," katanya pada Senin malam, menjelang pemilihan presiden AS yang menegangkan.
"Invasi Rusia yang tidak dapat diterima ke Ukraina telah menjadi peringatan," tambah pemimpin salah satu anggota pendiri Uni Eropa.
Dia juga bilang, Uni Eropa membutuhkan lembaga yang mendorong dialog dan demokrasi.
"Dan mereka perlu didukung oleh kemampuan untuk mempertahankan prinsip-prinsip kita," tegasnya.
Pernyataan Frieden dilakukan saat Eropa, yang bergantung pada AS untuk keamanannya, bersiap menghadapi kemungkinan Trump menjabat sebagai presiden untuk kedua kalinya.
Baca Juga: Rusia Penasaran Apakah Kemenangan Trump Bisa Mengakhiri Perang Ukraina
Para pemimpin Eropa khawatir bahwa kandidat dari Partai Republik itu dapat menarik diri dari NATO jika ia merasa anggota aliansi lainnya tidak cukup membelanjakan uang untuk pertahanan.
Mereka juga khawatir Trump dapat menghentikan persenjataan dan bantuan ke Kyiv – dan berpotensi memaksa Ukraina, negara kandidat untuk bergabung dengan UE, untuk menegosiasikan perjanjian damai yang tidak adil dengan Vladimir Putin, presiden Rusia.
Sebaliknya, kemenangan Kamala Harris akan dilihat sebagai kelanjutan dari status quo.
Tentara Uni Eropa telah lama dilihat sebagai prospek yang jauh, karena kurangnya kemauan politik dari negara-negara anggota yang khawatir mengirim pasukan mereka untuk beraksi di bawah bendera Uni Eropa.
Prancis memveto rencana yang dapat mengarah pada pasukan bersenjata gabungan di antara enam negara anggota asli pada tahun 1954.
Baca Juga: Janji Donald Trump yang Harus Ditagih Setelah Menang Pemilu Presiden AS
Uni Eropa telah memiliki kelompok tempur multinasional yang masing-masing beranggotakan 1.500 personel sejak tahun 2007, tetapi kelompok-kelompok ini tidak pernah dikerahkan.
“Fakta bahwa hal itu gagal di masa lalu seharusnya tidak menjadi alasan bagi kita untuk tidak mencoba lagi. Karena dunia tempat kita tinggal telah berubah, begitu pula sifat ancamannya,” kata Frieden.