Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Mengapa ini terjadi? Apa masalah AS dengan Venezuela?
Rezim sosialis Venezuela sudah lama menjadi duri bagi Washington sejak era Hugo Chavez yang berkuasa pada 2000. Venezuela menentang pengaruh AS di Amerika Latin dan bersekutu dengan musuh-musuh AS seperti Kuba, Iran, Rusia, dan kelompok-kelompok militan anti-AS.
Sejak Chavez meninggal pada 2013 dan Maduro menggantikannya, ekonomi Venezuela runtuh akibat ketergantungan minyak, korupsi merajalela, represi politik meningkat, dan jutaan warganya mengungsi. Venezuela juga menjadi titik transit kokain Andean menuju AS, Afrika Barat, dan Eropa.
Pada masa jabatan pertama Trump, Washington melakukan berbagai tekanan, baik terbuka maupun rahasia, agar Maduro turun. Ketika Trump kembali berkuasa tahun ini, ia sempat mencoba pendekatan lebih pragmatis, seperti negosiasi terkait warga AS yang ditahan dan kerja sama minyak.
Namun kini Trump menghentikan pembicaraan itu dan memperkuat tekanan. Ini kemungkinan didorong oleh Menlu Marco Rubio, kritikus lama Maduro.
Rezim Maduro memang otoriter dan korup, tetapi tidak semua tuduhan AS akurat. Pemerintahan Trump menuduh Maduro dengan sengaja membanjiri AS dengan narkoba dan kriminal, serta mengendalikan geng penjara seperti Tren de Aragua — klaim yang dianggap tidak akurat oleh banyak analis.
Tonton: Misi Rahasia CIA di Venezuela Ketahuan, AS Langsung Terbangkan Pengebom
Bagaimana operasi militernya bisa terlihat?
Kemungkinan besar bukan invasi darat seperti Irak. Jumlah pasukan AS di kawasan terlalu kecil untuk itu.
Menurut Mark Cancian dari CSIS, skenario paling mungkin adalah kampanye udara menggunakan rudal dari kapal dan pesawat di luar jangkauan pertahanan udara Rusia milik Venezuela.
AS bisa menyerang laboratorium narkoba, landasan udara, atau kamp kelompok bersenjata pro-Maduro di perbatasan Kolombia. Washington juga bisa melancarkan serangan drone, operasi khusus, atau operasi rahasia terhadap pejabat tinggi, bahkan Maduro sendiri, seperti yang dilakukan AS saat melengserkan Manuel Noriega di Panama pada 1989.
Namun menggulingkan rezim membawa risiko besar: kekosongan kekuasaan, bentrokan antar-faksi, hingga potensi gelombang pengungsi baru.
Apakah semua ini legal?
Kewenangan presiden AS untuk memerintahkan aksi militer sepihak sudah diperluas selama beberapa dekade. Pemerintahan Trump menggunakan retorika “perang melawan teror” untuk membenarkan serangan terhadap kapal-kapal. Namun bahkan menurut standar era pasca-9/11, justifikasi ini sangat lemah.
Tidak ada otorisasi Kongres untuk kekerasan militer terhadap kartel narkoba atau pemerintah Venezuela. Secara historis, pengedar narkoba adalah pelaku kriminal, bukan kombatan. Serangan mematikan terhadap kapal sipil di perairan internasional tanpa memberi peluang menyerah jelas melanggar hukum internasional.
Tonton: Misi Rahasia CIA di Venezuela Ketahuan, AS Langsung Terbangkan Pengebom
Pengacara pemerintah dilaporkan mengatakan otoritas hukum saat ini tidak mengizinkan serangan di dalam wilayah Venezuela. Namun pemerintah sedang mencari pendapat hukum baru agar operasi itu bisa dijalankan tanpa persetujuan Kongres.
“Yang benar hari ini mungkin tidak benar besok,” kata seorang pejabat kepada CNN, kalimat yang merangkum seluruh ketidakpastian situasi ini.
Kesimpulan
Situasi AS–Venezuela memasuki fase berbahaya. Pengerahan kekuatan militer besar di Karibia, agresivitas operasi antinarkoba, serta retorika Trump yang menargetkan Maduro meningkatkan risiko eskalasi menjadi konflik terbuka. Namun tujuan akhir Washington tidak konsisten: apakah menggulingkan Maduro, menghancurkan jaringan kartel, atau sekadar menunjukkan kekuatan politik menjelang tahun pemilu?
Langkah-langkah yang dilakukan AS memiliki dasar hukum yang lemah, dan intervensi militer berisiko menciptakan kekacauan baru di Venezuela, memicu migrasi massal, dan memperburuk ketegangan regional. Sinyal-sinyal kontradiktif dari pemerintahan Trump membuat arah krisis ini tetap tidak pasti dan potensi kesalahan perhitungan semakin besar.













