Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - Kabar baik bagi para pencinta serangga! Para ilmuwan berhasil menemukan dua gen yang dapat membuat beberapa jenis spesies serangga bertahan hidup dari perubahan iklim.
Penelitian yang dipimpin oleh para Ahli Biologi Universitas Tufts menunjukkan gen tersebut mendorong serangga untuk beradaptasi. Serangga dapat menyesuaikan jam biologis tahunannya.
Baca Juga: Tak selalu manis, ada semangka pucat yang pahit dan keras
Para ilmuwan menggunakan objek penelitian ngengat jarung Eropa alias Ostrinia Nubilalis. Mereka fokus meneliti ngengat tersebut dan ritme sirkadian atau jam gen.
Asal tau saja, jam gen memungkinkan ngengat dari populasi berbeda dapat menyesuaikan perubahannya dalam musim dingin yang lebih panjang atau pendek.
Para ilmuwan memprediksikan waktu musim dingin akan berkurang sebulan selama abad sampai abad berikutnya. Kondisi ini memungkinkan serangga untuk mencari habitat baru yang dapat membuat mereka lebih produktif (per tahun). Selain itu, serangga akan meningkatkan kemampuan bertahan hidup dalam kondisi perubahan lingkungan yang cepat.
Para peneliti mengamati gen ngengat jagung di lima populasi. Hasilnya, mereka menemukan dua gen berkolerasi dengan perubahan lingkungan tersebut.
"Kami sekarang mulai dapat melihat gen-gen tersebut di serangga lain, " kata Genevieve Kozak, penulis penelitian. Para ilmuwan mulai dapat menghubungkan mekanisme molekular dengan perilaku serangga dan respon fisiologis terhadap iklim dengan berbekal gen tersebut.
Baca Juga: Kawanan induk gurita raksasa ditemukan mengerami telur di dasar lautan
"Para ilmuwan telah mengidentifikasi beberapa mekanisme genetika kunci yang memungkinkan spesies beradaptasi dengan musim dingin yang lebih pendek dan sumber air di musim sebelumnya," kata George Gilchrist, Wakil Direktur Pelaksana Divisi Biologi Lingkungan, National Science Foundation.
Sekedar info, penelitian ini didanai oleh Ntional Science Foundation. Penelitian ini pun telah dipublikasikan di dalam Current Biology.
Sumber : National Science Foundation