kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Khawatir Gelombang COVID-19 China yang Baru, Dunia Pikirkan Cara Membantu Xi Jinping


Rabu, 21 Desember 2022 / 06:00 WIB
Khawatir Gelombang COVID-19 China yang Baru, Dunia Pikirkan Cara Membantu Xi Jinping


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pejabat dan pakar kesehatan global di luar China dengan cemas menyaksikan lonjakan COVID-19 di negara tersebut. Mereka khawatir, negara berpenduduk 1,4 miliar orang tidak divaksinasi secara memadai dan mungkin tidak memiliki alat perawatan kesehatan untuk mengobati gelombang penyakit yang diperkirakan akan terjadi. Diprediksi, gelombang COVID kali ini akan menewaskan lebih dari satu juta orang penduduk China hingga tahun 2023.

Melansir Reuters, beberapa pejabat AS dan Eropa berjuang untuk mencari tahu bagaimana mereka dapat membantu mengurangi krisis yang mereka khawatirkan akan merugikan ekonomi global. Kondisi pandemi buruk di China sudah pasti akan semakin membatasi rantai pasokan perusahaan. Belum lagi, hal tersebut juga akan menelurkan varian baru virus corona yang menjadi perhatian.

"Kami telah menyatakan bahwa kami siap untuk membantu dengan cara apa pun yang dianggap dapat diterima," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby.

Menurut pakar kesehatan dari negara-negara di luar China yang berjuang melalui gelombang COVID mereka sendiri, persiapan awal sistem perawatan kesehatan, pengumpulan data yang akurat dan transparan, serta komunikasi terbuka, semuanya sangat penting untuk memerangi infeksi massal virus corona. Namun, menurut mereka, banyak dari elemen tersebut tampaknya kurang di China.

Baca Juga: Giliran Xiaomi PHK Massal, Dampak Kebijakan Zero Covid di China plus Permintaan Susut

Presiden Xi Jinping telah lama menegaskan bahwa sistem satu partai di negara itu paling cocok untuk menangani penyakit ini. Xi juga bilang bahwa vaksin China lebih unggul daripada vaksin barat, meskipun ada bukti yang bertentangan.

Pemerintahan di luar China menemukan diri mereka dalam posisi yang sulit secara diplomatis. Di satu sisi, mereka ingin membantu membendung krisis kesehatan global dan domestik yang berkembang serta implikasi ekonomi dengan cara yang mungkin bersedia diterima oleh pemerintah China.

“Nasionalisme vaksin China sangat terkait dengan kebanggaan Xi, dan menerima bantuan Barat tidak hanya akan mempermalukan Xi, tetapi juga akan mematahkan narasinya yang sering dipropagandakan bahwa model pemerintahan China lebih unggul,” kata Craig Singleton, wakil direktur program China di Yayasan Pembela Demokrasi.

Pejabat Eropa dan AS melakukan pembicaraan di belakang layar dengan hati-hati dengan rekan-rekan China, sambil mengeluarkan pernyataan publik dengan kata-kata yang sengaja dimaksudkan untuk memperjelas bahwa bola ada di tangan Beijing.

Baca Juga: Perkiraan Bank Dunia: Ekonomi China Tahun Ini Tumbuh 2,7%, Tahun Depan 4,3%

Menurut penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan pekan lalu, pejabat Washington dan Beijing membahas cara menangani COVID pada awal bulan ini dalam pembicaraan di China untuk mempersiapkan kunjungan Menteri Luar Negeri Antony Blinken awal tahun depan. Sayang, dia menolak memberikan perincian lebih rinci, dengan alasan "saluran diplomatik yang sensitif."

Salah satu bidang bantuan Barat yang potensial diberikan adalah apakah China akan menerima vaksin mRNA terbaru buatan BioNTech yang dirancang untuk menargetkan varian virus terkait Omicron yang saat ini beredar. Para ahli meyakini vaksin ini lebih efektif daripada suntikan China.

Kanselir Jerman Olaf Scholz membahas masalah ini dalam kunjungan ke Beijing bulan lalu bersama dengan Kepala Eksekutif BioNTech Ugur Sahin.

Namun, menurut koordinator tanggap virus corona Gedung Putih Dr. Ashish Jha kepada wartawan, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya tidak secara terbuka mendorong China untuk menerima vaksin mRNA buatan Barat. 

"Kami siap membantu negara mana pun di dunia dengan vaksin, perawatan, apa pun yang dapat kami bantu," katanya.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×