Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - COLOMBO. Krisis ekonomi Sri Lanka terlihat semakin buruk ketika pada hari Minggu (3/7) negara itu melaporkan kesulitan membayar biaya pengiriman bahan bakar. Kementerian terkait menyebut Sri Lanka membutuhkan sekitar US$587 juta untuk mengirim bahan bakar.
Dilansir dari Reuters, Menteri Tenaga dan Energi Kanchana Wijesekera mengatakan bahwa pengiriman bahan bakar baru yang disiapkan kini terganjal kurangnya anggaran untuk biaya pengiriman.
Wijesekera menyebut negaranya sedang berjuang untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan, karena bank sentral hanya dapat memasok sekitar US$125 juta.
Saat ini Sri Lanka hanya memiliki 12.774 ton solar dan 4.061 ton bensin yang tersisa di cadangan pemerintahnya.
Baca Juga: Krisis Bahan Bakar, Sri Lanka Mungkin Terpaksa Beli Lebih Banyak Minyak dari Rusia
"Minggu ini kami membutuhkan US$316 juta untuk membayar pengiriman baru. Jika kami menambahkan dua pengiriman minyak mentah, jumlah ini meningkat menjadi US$587 juta," kata Wijesekera.
Pengiriman pertama berupa 40.000 ton diesel dari Coral Energy diperkirakan akan tiba sekitar 9 Juli nanti. Sri Lanka diharuskan segera membayar biaya pengiriman sebesar US$49 juta pada hari Kamis (7/7), sebelum pengiriman kedua dari Vitol.
Menteri mengatakan negara harus berusaha untuk mengumpulkan dana dari pasar terbuka dan mencari opsi pembayaran yang lebih fleksibel dari pemasok.
"Rencana untuk menuntaskan utang sebesar US$800 juta kepada tujuh pemasok untuk pembelian yang dilakukan tahun ini sedang dibahas," kata Wijesekera.
Baca Juga: Alami Krisis Ekonomi Parah, Sri Lanka Menyatakan Butuh US$5 Miliar untuk Enam Bulan
Minimnya stok solar dan bensin memaksa Sri Lanka menutup sekolah pada pekan lalu dan meminta pegawai negeri bekerja dari rumah. Pasokan bahan bakar untuk pemerintah pun dibatasi untuk sejumlah layanan yang diprioritaskan.
Pejabat IMF saat ini masih terus melakukan pembicaraan dengan Sri Lanka untuk kemungkinan paket bailout US$3 miliar. Namun, pencairan dana ke negara ini mungkin akan sulit karena Sri Lanka harus menjamin kesanggupannya dalam pelunasan utang di masa depan.
Untuk mengatasi krisis ekonominya, Sri Lanka disebut membutuhkan sekitar US$3,3 miliar untuk impor bahan bakar, US$900 juta untuk makanan, US$250 juta untuk gas masak, dan US$600 juta lainnya untuk pupuk sepanjang tahun ini.