Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - YANGON. Gejolak politik Myanmar telah memasuki bulan ketiga. Selama tiga bulan ini pula, beragam krisis sosial lain mulai muncul, termasuk soal ekonomi yang memicu kelaparan.
PBB pada hari Kamis (23/4) melaporkan bahwa kerawanan pangan meningkat tajam di Myanmar setelah kudeta militer. Krisis keuangan yang mendalam membuatan jutaan orang diperkirakan akan kelaparan dalam beberapa bulan mendatang.
Hasil analisis Program Pangan Dunia (WFP) juga menunjukkan bahwa hingga 3,4 juta lebih orang akan berjuang untuk mendapat makanan dalam tiga hingga enam bulan ke depan. Dalam hal ini, orang yang tinggal di perkotaan akan terkena dampak paling parah karena kehilangan pekerjaan.
"Semakin banyak orang miskin kehilangan pekerjaan dan tidak mampu membeli makanan. Tanggapan bersama diperlukan sekarang untuk meringankan penderitaan langsung, dan untuk mencegah kemerosotan yang mengkhawatirkan dalam ketahanan pangan," ungkap Stephen Anderson, direktur WFP Myanmar dalam sebuah pernyataan yang dikutip Reuters.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar optimistis roda pemerintahan segera kembali normal
WFP mengatakan, harga beras dan minyak goreng telah naik masing-masing sebesar 5% dan 18% sejak akhir Februari. Saat ini warga ibu kota Yangon mulai kesulitan untuk makan, makan makanan yang tidak layak, hingga berhutang.
Saat ini WFP berencana untuk memperluas operasi menjadi tiga kali lipat dari 3,3 juta orang yang dibantunya. WFP juga akan mengusahakan dana US$ 106 juta. Sebelum kudeta, WFP mengatakan sekitar 2,8 juta orang di Myanmar dianggap rawan pangan.
Tentara Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintah sipil yang terpilih secara demokratis pada 1 Februari. Praktik kudeta ini praktis mendorong Myanmar masuk ke dalam kekacauan.
Baca Juga: Pemimpin junta militer Myanmar akan ke Jakarta, 24 April, hadiri KTT ASEAN
Gelombang protes dan unjuk rasa masih belum berhenti hingga saat ini. Tentara Myanmar juga disorot karena menghadapi para pengunjuk rasa dengan kekuatan brutal, menewaskan lebih dari 700 orang.
Krisis berkepanjangan menyebabkan sistem perbankan macet, menutup banyak cabang, membuat bisnis tidak dapat melakukan pembayaran dan pelanggan tidak dapat menarik uang tunai.
Kini banyak orang mulai bergantung pada bantuan makanan dan uang dari kerabat di luar negeri. Sebagian besar impor dan ekspor telah dihentikan dan pabrik-pabrik ditutup.
Melihat kekacauan tersebut, Bank Dunia memperkirakan PDB Myanmar akan berkontraksi 10% pada tahun 2021, kebalikan dari tren yang sebelumnya positif.