Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - SEOUL – Parlemen Korea Selatan memakzulkan Presiden Sementara Han Duck-soo pada Jumat (27/12), hanya dua minggu setelah Presiden Yoon Suk Yeol diskors atas deklarasi darurat militer yang kontroversial. Langkah ini semakin menjerumuskan negara tersebut ke dalam krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Han, yang menggantikan Yoon sebagai presiden sementara setelah pemakzulan Yoon pada 14 Desember, diberhentikan karena gagal memenuhi tanggung jawabnya dalam mengangkat hakim Mahkamah Konstitusi yang kosong. Kini, Menteri Keuangan Choi Sang-mok mengambil alih sebagai presiden sementara, seraya berjanji untuk menjaga stabilitas negara.
Tonton: Presiden Korsel Dilengserkan
“Kami harus memastikan rakyat tidak cemas, dan keamanan negara serta kehidupan masyarakat tetap terjaga,” ujar Choi dalam pernyataan resminya.
Namun, situasi politik yang bergejolak ini mengguncang perekonomian Asia terbesar keempat tersebut. Nilai tukar won Korea turun 0,5% ke level 1.477,0 per dolar AS, menyentuh titik terendah dalam 15 tahun.
Pemakzulan Han didukung oleh 192 anggota parlemen dari partai oposisi, sementara Partai Kekuasaan Rakyat (PPP) yang berkuasa memboikot pemungutan suara tersebut. Parlemen yang dikuasai oposisi menuduh Han melakukan tindakan inkonstitusional dengan menunda pengangkatan hakim.
Baca Juga: Krisis Politik Korea Selatan: Parlemen Putuskan Nasib Penjabat Presiden Han Duck-soo
Mahkamah Konstitusi kini memegang kunci untuk menentukan nasib Han dan Yoon. Sidang pertama untuk memutuskan apakah Yoon akan diberhentikan secara permanen atau dikembalikan ke jabatannya digelar pada hari yang sama. Jika Yoon diberhentikan, pemilihan presiden baru harus dilakukan dalam waktu 60 hari.
Yoon mengejutkan dunia dengan pengumuman mendadak pada 3 Desember bahwa ia memberlakukan darurat militer untuk mengatasi kebuntuan politik. Namun, hanya dalam beberapa jam, langkah tersebut dibatalkan setelah parlemen dengan cepat menggagalkan dekritnya.
Deklarasi tersebut memicu kemarahan publik dan menciptakan krisis politik terbesar Korea Selatan sejak protes besar pada 1987 yang memaksa transisi ke demokrasi langsung.
Pada Jumat, mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun didakwa terkait dugaan pemberontakan, menandai langkah awal dalam serangkaian penyelidikan atas tindakan-tindakan yang dianggap mengancam demokrasi negara itu.
Baca Juga: Politik Korsel Memanas! Giliran Penjabat Presiden Han Duck-soo Terancam Dimakzulkan
Dampak Ekonomi
Ketidakstabilan politik ini menimbulkan kekhawatiran dari sekutu internasional, termasuk Amerika Serikat dan Eropa, yang melihat Korea Selatan sebagai mitra kunci dalam menghadapi pengaruh China, Rusia, dan Korea Utara.
Analis memperingatkan bahwa gejolak politik ini dapat memicu krisis ekonomi yang setara dengan krisis keuangan akhir 1990-an. "Ketidakpastian ini buruk bagi pasar keuangan," kata Huh Jae-hwan, analis di Eugene Investment & Securities.
Dengan Mahkamah Konstitusi yang diharapkan bergerak cepat, masa depan Korea Selatan kini berada di ujung tanduk, menghadapi tantangan besar untuk memulihkan stabilitas politik dan ekonominya.