Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - HONG KONG/LONDON. Standard Chartered Plc (StanChart) mencatat lonjakan laba sebelum pajak sebesar 26% pada paruh pertama 2025 menjadi US$ 4,38 miliar, melampaui ekspektasi analis sebesar US$ 3,83 miliar.
Kinerja ini didorong oleh pertumbuhan kuat di lini bisnis wealth management dan pasar modal yang diuntungkan dari volatilitas global akibat kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
Baca Juga: Di Semester I Tahun Ini, Laba Standard Chartered Meningkat 26%
Kenaikan laba ini mencerminkan keberhasilan awal dari strategi turnaround CEO Bill Winters, yang selama separuh masa jabatannya selama satu dekade berfokus pada efisiensi biaya dan restrukturisasi bisnis.
"Tahun-tahun pertama saya cukup berat, tapi seperti kisah turnaround lainnya, butuh waktu untuk menunjukkan nilai sesungguhnya kepada pasar," ujar Winters pada Kamis (31/7/2025).
Pendapatan operasional StanChart naik 11% secara tahunan. Bank yang berfokus pada pasar negara berkembang ini juga menaikkan proyeksi pendapatan tahunannya ke batas bawah dari kisaran 5%-7%, setelah sebelumnya memperkirakan akan berada di bawah kisaran tersebut.
Bisnis trading, kontributor pendapatan terbesar kedua melonjak 28% menjadi US$ 2,4 miliar, seiring tingginya aktivitas klien dalam menghadapi gejolak pasar.
Sementara itu, pendapatan wealth management tumbuh 24%, didukung masuknya 135.000 nasabah baru dari segmen affluent dan meningkatnya permintaan layanan advisory.
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, StanChart menargetkan penambahan aset kelolaan sebesar US$ 200 miliar dan pertumbuhan pendapatan dua digit dari lini wealth management dalam lima tahun ke depan.
Bank ini juga mengumumkan buyback saham senilai US$ 1,3 miliar serta dividen interim 12,3 sen per saham, pembayaran dividen pertamanya di tahun ini.
Baca Juga: Sasar Investor Agresif, AllianzGI Gandeng Standard Chartered Indonesia
Minim Eksposur China
Berbeda dengan HSBC yang terdampak besar oleh tekanan sektor properti China, StanChart relatif aman.
Bank ini mencatat beban penurunan nilai (impairment) sebesar US$ 336 juta untuk semester I-2025, terutama dari unit wealth dan perbankan ritel.
Eksposur terhadap sektor properti komersial bermasalah di Hong Kong tercatat hanya US$ 2,1 miliar atau kurang dari 0,5% dari total portofolio kredit. Namun, manajemen mengingatkan potensi kenaikan risiko gagal bayar akibat tekanan likuiditas di kalangan debitur.
Chief Risk Officer StanChart, Sadia Ricke, menambahkan bahwa risiko eskalasi tarif global mulai mereda, namun ketegangan geopolitik di kawasan seperti Timur Tengah tetap menjadi perhatian, terutama dampaknya terhadap harga komoditas.
Baca Juga: Diduga Terlibat Kasus 1MDB, Standard Chartered Hadapi Gugatan Hukum US$ 2,7 Miliar
Saham StanChart di Bursa Hong Kong sempat turun 0,4% namun masih lebih baik dibanding penurunan 1,5% indeks acuan.
Di London, sahamnya dibuka stabil dan mencatat kinerja lebih baik dari indeks FTSE 100 dalam beberapa pekan terakhir.