Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Australia menjadi rumah bagi bintang YouTube Jordan Barclay, tempat ia lahir, bersekolah, dan membangun perusahaan bernilai US$50 juta pada usia 23 tahun.
Namun, dengan diberlakukannya larangan penggunaan media sosial bagi anak di bawah 16 tahun mulai 10 Desember, ia kini mempertimbangkan untuk meninggalkan studionya di Melbourne dan pindah ke luar negeri.
“Kami akan pindah ke luar negeri karena di sanalah uang berada,” kata Barclay, kreator di balik tujuh kanal YouTube termasuk EYstreem, Chip and Milo, dan Firelight.
“Kami tidak bisa terus menjalankan bisnis jika para pengiklan meninggalkan Australia,” ujarnya.
Larangan ini, yang pertama di dunia, mewajibkan perusahaan teknologi memblokir akun lebih dari satu juta pengguna di bawah batas usia tersebut. Pelanggaran sistemik dapat dikenakan denda hingga A$49,5 juta.
Kekhawatiran Industri: Pendapatan Iklan Anjlok, Algoritma Tak Lagi Mendukung
Sembilan pelaku industri media sosial yang diwawancarai Reuters memperkirakan larangan ini dapat menurunkan jumlah pengiklan dan penayangan di Australia. Industri media sosial Australia diperkirakan menghasilkan pendapatan A$9 miliar per tahun.
Baca Juga: Pemerintah Malaysia akan Larang Anak di Bawah 16 Tahun Pakai Medsos
Menurut peneliti media sosial Susan Grantham dari Griffith University, YouTuber akan menjadi pihak yang paling terdampak, terutama karena:
-
YouTube membayar kreator sekitar 55% dari pendapatan iklan,
-
serta sekitar 18 sen Australia per 1.000 tayangan.
Jika jutaan akun hilang secara sekaligus, kata Grantham, dampaknya akan langsung memukul ekosistem kreator.
Meskipun remaja masih dapat menonton konten tanpa akun, algoritma YouTube tidak akan lagi merekomendasikan konten ke pengguna yang tidak terdaftar, sehingga akan mengurangi jumlah tayangan secara signifikan.
Kreator di TikTok, YouTube, dan Instagram juga diperkirakan akan kehilangan pendapatan dari kerja sama promosi seiring turunnya jumlah pengikut.
Penurunan Sponsorship di Ambang Penerapan Aturan
Perusahaan Barclay, Spawnpoint Media, yang bekerja sama dengan klien seperti Lego dan Microsoft, sudah merasakan dampaknya. Permintaan kerja sama menurun drastis menjelang pemberlakuan larangan.
“Mereka khawatir tentang apa yang akan terjadi nanti,” kata Barclay. “Jika aturan ini diperluas atau semakin ketat, masuk akal untuk berinvestasi di luar negeri.”
Amerika Serikat menjadi salah satu pilihannya karena regulasi yang lebih ramah kreator dan dukungan pemerintah terhadap industri digital.
Beberapa kreator lain sudah mengambil langkah serupa. Keluarga influencer Empire Family mengumumkan pada Oktober bahwa mereka pindah ke Inggris untuk menghindari dampak aturan.
Baca Juga: PM Nepal Lengser Usai Protes Besar-besaran Gen Z Melawan Korupsi dan Larangan Medsos
Kreator Konten Anak Paling Rentan
Menurut Crystal Abidin, Direktur Influencer Ethnography Research Lab, kreator yang menampilkan anak-anak di bawah 16 tahun, seperti vlogger keluarga dan influencer anak menghadapi risiko terbesar.
“Mereka sepakat bahwa imigrasi menjadi keputusan paling logis untuk bisa terus berkarya,” katanya.
Musisi anak-anak Tina dan Mark Harris, pemilik kanal Lah-Lah dengan 1,4 juta subscriber, mengakui bahwa penurunan pendapatan sangat mungkin terjadi. Namun yang lebih mereka khawatirkan adalah kerusakan reputasi jangka panjang akibat pernyataan pemerintah soal dampak negatif YouTube bagi anak.
“Para orang tua bisa saja panik dan menjauh dari YouTube,” kata Mark Harris. “Mungkin itu berlebihan, tapi kami benar-benar tidak tahu.”
YouTube, yang semula dikecualikan dari aturan, kemudian ikut dimasukkan setelah regulator internet Australia menemukan bahwa 37% anak-anak mengaku melihat konten berbahaya di platform tersebut, angka terburuk di antara platform lainnya.
Dampak Berbeda pada Kreator Besar dan Kecil
Bagi kreator besar seperti Junpei Zaki, 28 tahun, yang memiliki 22 juta pengikut di TikTok dan YouTube, dampaknya masih bisa ditoleransi.
Ia memperkirakan kehilangan sekitar 100.000 pengikut di Australia, angka kecil dibandingkan audiens globalnya. Namun ia mengakui bahwa interaksinya dengan penggemar lokal akan menurun.
Baca Juga: Batasi Anak Akses Medsos, Meta Terapkan Verifikasi Usia Pakai Video Selfie
“Rasanya seperti mengabaikan audiens Australia yang dulu membantu saya berkembang, karena mereka tidak bisa lagi berinteraksi,” katanya.
Namun bagi kreator kecil yang mengandalkan audiens lokal, dampaknya akan jauh lebih besar.
Contohnya Dimi Heryxlim, remaja 15 tahun pemilik kedai makanan House of Lim di Sydney Barat. Ia membangun popularitas melalui vlog harian di TikTok dan Instagram tentang aktivitasnya di dapur setelah pulang sekolah.
“Kalau akun saya hilang, itu jelas merugikan,” katanya.
“Tapi kalau saya tidak bisa mendapatkannya kembali, saya akan buat akun baru dan mulai dari nol setelah saya berusia 16 tahun,” tambahnya.













