kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kasus Lebih dari 1.000 Anak Perempuan Diracun di Iran Picu Kemarahan Publik


Selasa, 07 Maret 2023 / 07:36 WIB
Kasus Lebih dari 1.000 Anak Perempuan Diracun di Iran Picu Kemarahan Publik
ILUSTRASI. Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan bahwa peracunan ribuan siswi perempan adalah kejahatan tak termaafkan. West Asia News Agency/Handout via REUTERS


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - DUBAI. Pada Senin (6/3/2023), pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan bahwa peracunan ribuan siswi perempan adalah kejahatan "tak termaafkan" yang harus dihukum mati jika disengaja. 

Pernyataannya tersebut disiarkan lewat TV pemerintah, di tengah kemarahan publik atas gelombang dugaan serangan di sekolah.

Reuters memberitakan, menurut media dan pejabat pemerintah, lebih dari 1.000 anak perempuan jatuh sakit setelah diracun sejak November. Sejumlah politisi menyalahkan kelompok agama yang menentang pendidikan bagi anak perempuan.

Peracunan terjadi pada saat kritis bagi penguasa ulama Iran setelah berbulan-bulan terjadi aksi protes sejak kematian seorang wanita muda yang ditahan oleh pihak kepolisian Iran karena melanggar aturan jilbab.

"Pihak berwenang harus secara serius menindaklanjuti masalah peracunan siswa," kata Khamenei seperti dikutip oleh TV pemerintah. 

Dia menegaskan, "Jika terbukti kesengajaan, para pelaku kejahatan yang tak termaafkan ini harus dihukum mati."

Baca Juga: Ketakutan AS Memuncak, Sebut Iran Mampu Membuat Bahan Bom Nuklir dalam 12 Hari

Keracunan dimulai pada November di kota suci Muslim Syiah Qom dan menyebar ke 25 dari 31 provinsi Iran. Hal ini mendorong beberapa orang tua mengeluarkan anak-anak dari sekolah dan melakukan aksi protes.

Pihak berwenang menuduh "musuh" Republik Islam itu menggunakan serangan tersebut untuk melemahkan pendirian ulama. Tapi kecurigaan telah jatuh pada kelompok garis keras yang beroperasi sebagai penjaga interpretasi mereka terhadap Islam.

Di Washington, Juru Bicara Presiden Joe Biden menyebut keracunan itu merupakan hal yang memalukan.

"Kemungkinan bahwa gadis-gadis di Iran kemungkinan diracuni hanya karena berusaha mendapatkan pendidikan adalah hal yang memalukan, itu tidak dapat diterima," kata Karine Jean-Pierre dalam jumpa pers.

Gedung Putih menyerukan penyelidikan independen untuk menentukan apakah peracunan itu terkait dengan protes, yang akan membuatnya sesuai dengan mandat misi pencarian fakta PBB di Iran.

Baca Juga: Kembangkan Rudal Jelajah Jarak Jauh, Iran: Kami Ingin Membunuh Trump

Nasib perempuan di Iran

Pada tahun 2014, warga Iran turun ke jalan kota Isfahan setelah gelombang serangan air keras, yang tampaknya ditujukan untuk meneror perempuan yang berpakaian ketat karena dianggap melanggar aturan berpakaian yang Islami.

Untuk pertama kalinya sejak Revolusi Islam pada 1979, siswi-siswi bergabung dalam aksi protes setelah kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi moralitas.

Beberapa aktivis menuduh aksi peracunan sebagai tindakan balas dendam.

"Sekarang gadis-gadis Iran membayar harga untuk melawan kewajiban jilbab (kerudung) dan telah diracuni oleh lembaga ulama," cuit aktivis Iran terkemuka yang berbasis di New York, Masih Alinejad.

Khawatir akan dorongan baru aksi unjuk rasa besar-besaran, pihak berwenang langsung menanggapi kasus peracunan tersebut. Penyelidikan yudisial sedang berlangsung, meskipun belum ada rincian temuan yang dirilis.

Media pemerintah melaporkan, setidaknya ada satu sekolah anak laki-laki juga menjadi sasaran di kota Boroujerd.




TERBARU

[X]
×