kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Lelah dengan aksi salto Trump, China siapkan rencana darurat hadapi yang terburuk


Rabu, 28 Agustus 2019 / 08:04 WIB
Lelah dengan aksi salto Trump, China siapkan rencana darurat hadapi yang terburuk
ILUSTRASI. Pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping saat KTT G20


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Mungkin tidak ada yang lebih terkejut mendengar berita bahwa China telah menelepon Presiden Donald Trump untuk melakukan perundingan ulang selain pemerintah Beijing sendiri. 

Menurut pejabat China yang mengetahui permasalahan ini dengan detil kepada CNBC, setelah melalui akhir pekan dengan sinyal yang membingungkan, kredibilitas Trump menjadi hambatan utama bagi China untuk mencapai kesepakatan jangka panjang dengan AS. 

Mereka bilang, hanya ada sedikit negosiator di Beijing yang melihat kemungkinan tercapainya kesepakatan jelang pemilihan AS 2020. Salah satu sebabnya adalah cukup berbahaya bagi para pejabat untuk memberikan masukan kepada Presiden Xi Jinping agar menandatangani kesepakatan yang akan dilanggar oleh Trump. 

Baca Juga: The Fed menolak seruan pemangkasan suku bunga, Trump terus menekan

Seperti yang diketahui, dalam konferensi pers yang dihelat usai pertemuan G7 di Prancis pada Senin lalu, Trump mengklaim bahwa pejabat China mengatakan ingin kembali ke meja perundingan. Bahkan dia menggambarkan kondisi itu sebagai upaya China yang benar-benar putus asa untuk mencapai kata sepakat. "Mereka terpukul sangat dahsyat, namun mereka paham ini merupakan hal yang benar untuk dilakukan," kata Trump. 

Pernyataan Trump menjadi headline di sejumlah media online dan berhasil mendongkrak pasar saham. Namun, tidak satu pun pejabat di China yang memahami apa yang Trump katakan. Yang lebih buruk lagi, ucapannya yang bilang China sangat ingin kembali ke meja negosiasi pada dasarnya mengonfirmasi satu hal yang menjadi ketakutan utama mereka tentang Trump, yakni: Trump tidak dapat dipercaya dalam sebuah kesepakatan. 

Baca Juga: Trending topic: Trump disebut membuat soal kesepakatan, viral iklan properti APLN

"Aksi salto (flip flop) Trump semakin memperbesar rasa ketidakpercayaan China terhadapnya. Ini membuat terjadinya resolusi antar kedua negara hampir tidak mungkin tercapai," jelas Tao Dong, vice chairman for Greater China di Credit Suisse Private Banking in Hong Kong. 

Dua pejabat China menyamakan pendekatan negara itu dengan aksi AS selama Perang Korea, yakni terus bertempur saat berunding, dan menggunakan perkelahian untuk mempercepat perundingan. China, lanjut mereka, telah menyiapkan rencana darurat jika terjadi skenario tidak ada kesepakatan. Termasuk salah satunya  menempatkan perusahaan AS di daftar entitas yang tidak dapat diandalkan dan merangsang ekonomi. 

Kementerian luar negeri China pada hari Selasa kemarin kembali menegaskan pihaknya tidak memahami telepon yang dimaksud Trump. Pernyataan ini dikeluarkan tak lama setelah Trump berbicara di hadapan wartawan. 

Baca Juga: China: Belum mendengar ada kontak antara Tiongkok dan AS soal perang dagang

Selain itu, Hu Xijin, pimpinan redaksi Global Times China juga menulis tweet tentang bualan Trump tersebut dan menegaskan China tidak mengubah apapun atas posisinya saat ini. 

Meski para pejabat di Beijing masih bersedia untuk terlibat dalam perundingan perdagangan, pada saat yang sama, mereka juga tengah bersiap-siap untuk memisahkan diri dari ekonomi terbesar dunia itu. Upaya ini semakin serius dilakoni sejak  Trump "memerintahkan" perusahaan-perusahaan AS melalui Twitter untuk mencari alternatif selain China. Setelah pembicaraan perdagangan macet di bulan Mei, Xi kembali menyerukan agar China untuk mengejar "kemandirian" dalam teknologi-teknologi utama dan bahkan meminta warga negaranya untuk bergabung dlam Long March terbaru. 

"Perubahan berthap ini berubah menjadi de facto karena perusahaan harus mencari rencana alternatif saat tingkat ketidakpastian sangat tinggi," papar Tim Stratford, chairman of the American Chamber of Commerce di China. 

Baca Juga: Analis: Jika perang dagang memburuk, yuan bisa menembus level 8 per dollar

Tidak diragukan lagi, konflik ini memang memberikan pukulan kepada China. Pertumbuhan ekonomi Negeri Panda itu melambat ke level terendah dalam tiga dekade terakhir. Pemerintah China tengah memutar otak untuk mengatasi utangnya yang membengkak dan risiko stabilitas finansial. 

Kendati demikian, China masih memiliki ruang untuk melonggarkan kebijakan lebih jauh. Bank sentral China pada pekan lalu, sudah menggelontorkan reformasi utama yang didisain untuk menurunkan biaya pinjaman. Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan untuk memperbolehkan provinsi-provinsi China menerbitkan lebih banyak obligasi untuk investasi infrastruktur. 

Untuk saat ini, kedua belah pihak secara teknikal harus bertemu pada bulan depan untuk kembali membicarakan soal perdagangan. Dari perspektif China, kemajuan perundingan tergantung dari kalkulasi politik Trump menuju pemilu 2020. 

Baca Juga: Terus melanjutkan rally, harga emas bertahan di rekor tertingginya selama enam tahun

Menurut Charles Liu, mantan negosiator ekonomi untuk delegasi China di PBB dan pendiri Hao Capital, Trump mungkin menyadari bahwa  bahwa pukulannya terhadap China akan menjadi "bencana" bagi ekonomi AS dan perusahaan-perusahaan Amerika.

"Satu hal yang tampak jelas dan tidak berubah adalah Trump berada di bawah tekanan untuk mencapai kata sepakat --bukan China, tapi Trump. Posisi China akan seperti ini: Jika Anda mau berbicara, pintu selalu terbuka, namun aksi buli ini tidak akan membantu saat perundingan dilakukan," jelasnya.  



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×