Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Dia juga menulis, "Kemunafikan yang dilakukan secara terang-terangan ini merupakan bentuk kolonialisme modern dan seharusnya tidak memiliki tempat di dunia saat ini. Dengan menggunakan perdagangan sebagai senjata, Uni Eropa pada dasarnya mengintimidasi wilayah-wilayah yang lebih miskin di dunia."
Menurut Mahathir, hal ini juga merugikan konsumen Eropa karena harus menanggung harga yang lebih tinggi. Aksi proteksionisme semacam itu juga telah membangkitkan kemarahan negara-negara maju juga. "AS mengancam untuk memberlakukan pajak impor mobil kepada Uni Eropa jika benua Biru itu tidak membuka marketnya lebih luas lagi bagi petani AS," jelasnya.
Baca Juga: Malaysia Tidak Akan Memperpanjang Insentif Sertifikasi CPO
Namun, Mahathir menilai, ketika berbicara tentang minyak sawit, yang dibutuhkan adalah dialog dan keterlibatan untuk mencapai solusi bersama termasuk regulasi yang lebih baik dan standar sertifikasi yang lebih kuat. "Inilah sebabnya mengapa Malaysia masih mengulurkan tangan persahabatan ke Uni Eropa dengan harapan hubungan perdagangan yang adil, jujur dan saling timbal balik dapat terwujud," tandasnya.
Pasca Brexit, Inggris akan terbebas dari kebijakan semacam itu. Negara-negara Asia Tenggara saat ini memiliki nilai perdagangan US$ 43 miliar per tahun dengan Inggris. Angka ini terus tumbuh setiap tahunnya. "Adanya penyegaran kebijakan terkait sawit dapat mengarah pada kesepakatan dagang yang lebih baik bagi Inggris," tutup Mahathir.