Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TEHERAN. Iran pada hari Kamis (25/5) melaporkan telah menguji coba peluncuran rudal balistik baru bernama Kheibar. Rudal hasil modifikasi versi sebelumnya ini diklaim mampu menjangkau AS.
Kantor berita nasional Iran, IRNA, mengabarkan bahwa rudal tersebut merupakan versi terbaru dari rudal balistik Khoramshahr 4. Hasilnya, rudal ini sekarang memiliki jangkauan hingga 2.000 km dan mampu membawa hulu ledak dengan bobot mencapai 1.500 kg.
Nama Kheibar sendiri diambil dari nama kastil Yahudi yang dikuasai oleh pejuang Muslim pada masa awal Islam.
Rudal balistik Iran terbaru ini masih bekerja dengan bahan bakar cair yang konvensional. Iran mengklaim rudal ini sangat fleksibel sehingga bisa dikategorikan sebagai senjata strategis maupun strategis.
Baca Juga: Ini Kemampuan Rudal S-350 Vityaz Rusia, Diklaim Lebih Unggul dari Rudal Patriot AS
"Fitur luar biasa rudal Khaibar yang dibuat di dalam negeri mencakup persiapan dan waktu peluncuran yang cepat, membuatnya jadi senjata taktis, bukan hanya strategis," ungkap IRNA, dikutip Reuters.
Iran juga mengatakan bahwa senjata barunya itu mampu mencapai pangkalan musuh bebuyutan mereka, Israel dan AS.
Terlepas dari penentangan AS dan Eropa, Iran mengatakan akan terus mengembangkan program misilnya yang diklaim memiliki tujuan defensif.
"Pesan kami kepada musuh Iran adalah bahwa kami akan membela negara dan pencapaiannya. Pesan kami kepada teman-teman adalah kami ingin membantu stabilitas regional," kata Menteri Pertahanan Iran Mohammadreza Ashtiani.
Baca Juga: Mengintip Sederet Kemampuan Jet Tempur F-16 yang Jadi Incaran Ukraina
Membuat Cemas Negara Barat
Israel melihat Iran sebagai ancaman eksistensial. Di sisi lain, Iran tidak mengakui eksistensi Israel sehingga membuat hubungan kedua negara semakin buruk.
Iran mengatakan rudal balistiknya merupakan kekuatan pencegah dan pembalasan yang penting terhadap AS, Israel, dan musuh regional potensial lainnya.
Pada hari Selasa (23/5), jenderal Israel mulai membahas kemungkinan tindakan militer terhadap Iran karena upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 belum menemukan titik terang.
Baca Juga: Drone Supersonic WZ-8 Mulai Terlihat di Pangkalan Militer China
Kesepakatan itu memberlakukan pembatasan pada aktivitas nuklir Iran, sehingga negara itu memiliki waktu yang lebih lama untuk menghasilkan bahan fisil yang cukup untuk bom nuklir.
Pada tahun 2018, AS di bawah kuasa Donald Trump menarik diri dari kesepakatan tersebut. Sejak saat itu Iran semakin aktif dengan program nuklirnya.
Negara-negara Barat khawatir serangkaian program itu akan mengarah pada produksi senjata nuklir. Namun, Iran berulang kali membantah tuduhan tersebut.