Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
Konflik di Belarusia pecah setelah muncul dugaan kecurangan dalam pemilihan presiden (pilpres) pada 9 Agustus lalu.
Oposisi Belarusia menuduh Presiden Alexander Lukashenko, yang telah berkuasa 26 tahun, mencurangi pilpres bulan lalu. Tapi, Lukashenko mengklaim, dia menang secara adil dengan 80% suara.
Sejak itu, ribuan orang telah ditangkap dan hampir semua pemimpin utama oposisi telah ditahan, dideportasi, atau dipaksa meninggalkan negara itu.
Setidaknya 100.000 pengunjuk rasa turun ke jalan di ibu kota Minsk pada hari Minggu, mengejek Lukashenko dengan teriakan "Kamu tikus". Polisi mengatakan, mereka menahan lebih dari 400 orang.
Melansir dari Reuters, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Kamis (27/8/2020), Kremlin telah membentuk pasukan cadangan untuk mendukung Lukashenko atas permintaannya.
Pernyataan Putin tersebut adalah sinyal terkuat bahwa Rusia siap untuk mengirim pasukan cadangan ke Belarusia jika diperlukan.
Baca Juga: Negaranya kian memanas, pemimpin Belarusia minta pasokan senjata ke Rusia
Sayangnya, Dewan Koordinasi oposisi Belarusia mengatakan langkah Moskow untuk membentuk kekuatan semacam itu melanggar hukum internasional.
Polandia yang merupakan tetangga Belarusia juga mendesak Rusia untuk segera menarik diri dari rencana intervensi militer di Belarusia, dengan alasan "memulihkan kondisi".
Di tengah segala permasalahan tersebut, AS dan NATO justru segera melakukan latihan militer gabungan di Lithuania dan Estonia, yang berbatasan dengan Belarusia.
Selain pasukan AS, juru bicara militer Lithuania mengungkapkan, hingga 1.000 tentara dan pesawat militer dari Prancis, Italia, Jerman, Polandia, dan lainnya akan mengambil bagian dalam latihan tahunan pada 14-25 September.
Seolah ingin melawan, koalisi Rusia, Serbia, dan Belarusia bertajuk Slavic Brotherhood 2020, juga melakukan latihan militer gabungan di wilayah yang sama.
Baca Juga: Rusia, Serbia, dan Belarusia gelar latihan militer gabungan, saingi AS dan NATO?