Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tri Adi
Zaman itu, konsep penjualan seperti ini mulai diadopsi toko ritel di AS. Masatoshi meyakinkan keluarganya bahwa perubahan konsep toko ini bisa menggenjot pendapatan dan perekonomian keluarga. Nyatanya, konsep Masatoshi tersebut berhasil.
Ia pun makin yakin bahwa ke depan bisnis konsumer di Jepang akan mengarah pada sebuah rantai ritel yang lebih sederhana dan lengkap. Menurutnya, konsumen berharap dapat memperoleh seluruh kebutuhan dalam satu tempat.
Lagi pula, menurut Masatoshi, Jepang merupakan negara yang terbilang konsumtif. Karena itu, mengubah toko kecil menjadi sebuah supermarket menjadi langkah brilian untuk memajukan usahanya.
Setelah Masatoshi berhasil membuat perubahan besar dalam bisnis ritel keluarga, dia kemudian diminta terjun aktif pada Oktober 1961. Kala itu, bisnis Yokado Yohinten perlahan mulai bangkit pasca perang dunia kedua.
Memegang kendali penuh, Masatoshi pun melebarkan ekspansi. Ia membuka toko kedua Yokado Yohinten di Akabane, Tokyo. Bisa dibilang, pembukaan cabang ini menjadi titik tolak Masatoshi di bisnis ritel.
Perjudian membuka cabang ternyata membuahkan hasil manis. Masatoshi berhasil mencetak untung cukup besar pada cabang barunya tersebut dalam dua tahun.
Ini pula yang membuatnya kian bersemangat melebarkan jaringan bisnis ritelnya. Bahkan pada lokasi yang sama, Masatoshi membuka kembali cabang baru. Tak heran, pada tahun 1963 pendapatan Yokado Yohinten meningkat dua kali lipat.
Baru pada tahun 1965 setelah Masatoshi merasa sudah cukup matang dalam menjalani bisnis ini, dia pun mengubah nama perusahaan Yokado Yohinten menjadi Ito Yokado. Di perusahaan tersebut, Masatoshi menjadi pemimpin perusahaan.
Dengan bendera baru, Masatoshi berambisi menjadi penguasa pasar bisnis ritel di Jepang. Perlahan tapi pasti, keinginan tersebut pun terwujud. Pada 1970, ia membuka sembilan toko baru Ito-Yokado. Bisnisnya pun mencakup supermarket di Noda, Chiba.
(Bersambung)