Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Nilai tukar dolar AS stabil terhadap euro dan poundsterling pada Jumat (26/9/2025), mempertahankan lonjakan tajam sebelumnya.
Investor menunggu rilis data belanja konsumen AS setelah angka pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari perkiraan menekan ekspektasi pemangkasan suku bunga lanjutan oleh The Fed tahun ini.
Baca Juga: Rupiah Terancam Anjlok ke Level Rp 17.000 per Dolar AS
Euro bergerak mendekati level terendah tiga pekan di posisi US$ 1,1667, sementara poundsterling stagnan di US$ 1,3351 setelah sempat menyentuh level terendah hampir dua bulan pada Kamis.
Yen melemah ke posisi terendah delapan pekan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan paket tarif baru, termasuk bea masuk 100% untuk obat bermerek, 25% untuk truk berat, dan 50% untuk kabinet dapur.
Reaksi Pasar Mata Uang Tertahan karena Harapan Pengecualian
Saham perusahaan farmasi terbesar di Eropa cenderung stabil setelah sempat turun tipis.
Analis menilai dampak tarif kemungkinan terbatas karena perusahaan yang membangun fasilitas manufaktur di AS berpeluang mendapat pengecualian, termasuk raksasa farmasi Roche dan Novo Nordisk.
Baca Juga: Intervensi BI Belum Mampu Menahan Pelemahan Rupiah Hingga Jumat (26/9)
“Tidak mengejutkan bila reaksi pasar valuta asing cukup tenang. Pasar sudah beberapa kali menghadapi pengumuman serupa dan lebih memandang langkah ini sebagai strategi negosiasi Gedung Putih,” kata Nick Rees, Kepala Riset Makro Monex Europe.
Selain itu, kesepakatan dagang bilateral yang dicapai sejumlah negara dengan pemerintahan Trump tidak sedisruptif yang semula dikhawatirkan, sehingga pasar lebih tenang dalam meresponsnya.
Indeks dolar, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama, berada di jalur kenaikan mingguan terbesar dalam dua bulan.
Dorongan ini datang setelah data pertumbuhan ekonomi, klaim pengangguran, pesanan barang tahan lama, dan inventori grosir AS semuanya melampaui perkiraan pada Kamis.
Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed Menyusut
Perhatian investor kini tertuju pada rilis data belanja konsumen dan inflasi PCE (personal consumption expenditures) AS pada Jumat malam, yang menjadi acuan utama The Fed.
Pasar memperkirakan peluang The Fed mempertahankan suku bunga bulan depan naik menjadi 14,5% dari 8,1% sehari sebelumnya (CME FedWatch Tool).
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Menguat 0,07% ke Rp 16.738 per Dolar AS pada Jumat (26/9/2025)
Ekspektasi total pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun juga menyusut menjadi di bawah 40 basis poin.
Departemen Perdagangan AS melaporkan produk domestik bruto (PDB) naik 3,8% secara tahunan pada kuartal II, lebih tinggi dari perkiraan awal 3,3%. Ekonom dalam jajak pendapat Reuters sebelumnya tidak memperkirakan adanya revisi naik.
Data PCE yang akan dirilis diperkirakan menunjukkan inflasi naik 0,3% secara bulanan pada Agustus dan 2,7% secara tahunan.
“Kami pikir dibutuhkan lebih banyak kabar positif agar reli dolar berlanjut. Ada risiko koreksi setelah penguatan dolar yang terlihat agak berlebihan,” tulis Francesco Pesole, analis FX ING, dalam catatannya.
Pesole menambahkan, euro berpeluang menguat di atas US$ 1,17 dalam waktu dekat, namun tensi geopolitik di Eropa dan kekuatan data ekonomi AS tetap menjadi faktor risiko.
Sementara itu, data di Jepang menunjukkan inflasi inti di Tokyo pada September masih jauh di atas target 2% Bank of Japan, sehingga ekspektasi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat tetap terjaga.