Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ada banyak pertanyaan tentang keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk membunuh salah satu tokoh paling kuat dan penting di Timur Tengah, yakni Jenderal Qassem Soleimani.
Mengutip, Abc.net.au, Rabu (8/1), apakah Trump tahu hal itu akan mengarah pada pembalasan yang dapat dilihat hari ini, dimana Iran mengirim selusin rudal balistik ke pangkalan-pangkalan yang menampung pasukan AS di Irak?
Baca Juga: Iran bersumpah akan serang Israel dan Uni Emirat Arab bila AS membalas serangan
Apakah Trump berpikir tentang bagaimana hal itu akan memengaruhi aliansinya di seluruh dunia?
Mungkin yang paling utama adalah mengapa sekarang? Apa yang istimewa tentang peristiwa baru-baru ini, ketika ketegangan AS-Iran telah meningkat selama berbulan-bulan?
Jenderal Iran selama ini tidak bersembunyi seperti para pemimpin teroris Abu Bakar al-Baghdadi atau Osama Bin Laden. Mereka dapat bergerak dengan bebas dan cukup terbuka di seluruh Timur Tengah dan memposting secara cukup rutin di media sosial.
Baca Juga: Otoritas penerbangan larang maskapai terbang di wilayah Irak, Iran, Teluk Oman
Mantan presiden AS George W Bush dan Barack Obama dihadapkan dengan opsi yang sama untuk menyerang Jenderal Iran waktu mereka berkuasa, tetapi keduanya memutuskan itu tidak sepadan dengan risiko atau dampaknya.
Tanpa merinci, Trump mengatakan dia bertindak karena Jenderal Soleimani sedang merencanakan serangan besar dan serangan yang sangat buruk.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bersikeras bahwa serangan itu segera dilakukan tetapi, ketika dimintai rinciannya, menunjuk pada peristiwa yang terjadi sebelum serangan pesawat tak berawak AS yaitu serangan roket ke kedutaan AS di Irak yang menyebabkan kematian seorang kontraktor Amerika.
Baca Juga: Iran mulai membalas AS, ini ringkasan pergerakan sejumlah instrumen investasi
Pompeo kemudian menjelaskan upaya berkelanjutan oleh Jenderal Soleimani untuk membangun jaringan kegiatan kampanye yang akan berpotensi menyebabkan kematian lebih banyak orang Amerika.
Bahasa yang agak kabur ini terdengar persis seperti kegiatan yang telah dilakukan Jenderal Soleimani selama beberapa dekade. Beberapa petunjuk tentang apa yang ada di pikiran Trump. Sebuah laporan New York Times menyarankan Trump awalnya menolak opsi membunuh Soleimani pada 28 Desember.
"Beberapa hari kemudian, Trump menyaksikan, dengan marah, ketika laporan televisi menunjukkan serangan yang didukung Iran terhadap kedutaan Amerika di Baghdad," kata laporan itu.
Baca Juga: Begini respons Donald Trump pasca Iran serang pangkalan militer AS di Irak
Kemudian, dalam perjalanan menuju perayaan Tahun Baru di resor Mar-a-Lago di Florida, Trump berjanji dengan mengatakan : "Ini bukan Benghazi." Itu merujuk pada serangan 2012 terhadap kedutaan AS di Libya, di mana duta besar Amerika Christopher Stevens dan tiga pejabat lainnya terbunuh.
Peristiwa tragis itu melanda Presiden Obama dan menghambat jalan Hillary Clinton menuju Gedung Putih. "Benghazi seharusnya tidak terjadi. Ini tidak akan pernah menjadi Benghazi," kata Trump minggu lalu.
Dunia dikejutkan oleh keputusan Trump. Tidak ada keraguan sedikit pun, bahkan Iran bingung dengan serangan mendadak pada orang militernya yang paling kuat dan penting.
Baca Juga: Iran balas dendam, Donald Trump panggil Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan
Tapi begitu juga sekutu Amerika. Jerman sekarang mengurangi jumlah pasukannya di Irak, dengan alasan keamanan. Satu pasukan pelatihan internasional NATO telah memindahkan lebih dari setengah dari 500 personelnya ke lokasi yang lebih aman di luar Baghdad karena alasan yang sama.
Beberapa diplomat Eropa telah menyatakan kekhawatiran bahwa gerakan pasukan akan mengurangi upaya untuk memerangi kelompok teroris Negara Islam.
Menurut laporan, bahkan penasihat militer Trump sendiri terpana bahwa Trump mengambil opsi paling ekstrem yang diberikan kepadanya.
Baca Juga: Selang satu jam dari serangan pertama, Iran luncurkan aksi balas dendam ronde kedua