Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, China dan Thailand harus mempercepat pembangunan jalur kereta api berkecepatan tinggi yang menghubungkan kedua negara.
Mengutip Reuters, Wang tidak menjelaskan jangka waktunya. Akan tetapi, pemerintah Thailand saat ini memperkirakan ruas sepanjang 873 km (542 mil) di Thailand akan mulai beroperasi pada tahun 2028.
Di bawah inisiatif Belt and Road, sebuah rencana perdagangan dan infrastruktur global yang diperjuangkan oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping, Beijing telah mendorong jaringan kereta api berkecepatan tinggi yang menghubungkan kota Kunming di barat daya China ke selatan hingga Singapura.
Rencananya melibatkan tiga rute asal Kunming yang melewati Myanmar, Thailand dan Vietnam kemudian bergabung di Bangkok.
Pembangunan ruas tersebut di Thailand – yang dipandang oleh sebagian orang sebagai “perangkap fiskal” – telah ditunda dalam beberapa tahun terakhir karena berbagai alasan mulai dari pembagian biaya hingga COVID-19.
"Thailand dan Tiongkok harus mendorong penerapan awal konsep konektivitas Tiongkok-Laos-Thailand," kata Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengutip ucapan Wang kepada Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin di Bangkok.
Menurut Thailand, pembangunan tahap pertama dari Bangkok ke Nakhon Ratchasima telah selesai lebih dari 15%, dan akan beroperasi pada tahun 2027. Tahap kedua harus siap pada tahun 2028.
Bagian Thailand tertunda pada tahun 2016 ketika Bangkok menolak pendanaan China karena apa yang disebutnya sebagai suku bunga tinggi.
Negara tersebut kemudian setuju untuk menanggung seluruh biaya konstruksi sebesar 179 miliar baht (US$ 5 miliar) untuk tahap pertama sepanjang 252 km, dengan China bertanggung jawab atas pemasangan sistem, desain, dan pengadaan kereta api.
Tahap kedua adalah menghubungkan Nakhon Ratchasima ke provinsi Nong Khai, yang berbatasan dengan Laos dan pada akhirnya akan terhubung dengan China.
Prospek jalur yang menghubungkan Bangkok dengan Malaysia dan Singapura masih belum jelas setelah Kuala Lumpur sebelumnya menghentikan rencana tersebut.