Sumber: AP News | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu pada hari Selasa (2/5) mendesak perusahaan negara untuk menggandakan produksi misil sebagai bentuk persiapan menghadapi serangan balasan Ukraina.
Selain itu, Rusia dan Ukraina saat ini juga dikabarkan mulai mengalami krisis amunisi setelah bertempur selama 14 bulan.
"Perusahaan milik negara, Tactical Missiles Corporation, telah memenuhi kontraknya tepat waktu. Tapi, saat ini mereka perlu menggandakan produksi senjata presisi tinggi dalam waktu sesingkat mungkin," kata Shoigu pada pertemuan dengan petinggi militer, seperti dikutip AP News.
Para analis menduga Rusia kehabisan amunisi presisi tinggi karena dalam beberapa waktu terakhir intensitas serangan rudal terhadap Ukraina menjadi semakin jarang dan skalanya lebih kecil.
Baca Juga: Sergei Lavrov: Uni Eropa Semakin Militeristik, Mirip NATO
Kementerian Pertahanan Inggris pada hari Selasa juga mengatakan bahwa Rusia telah mengalami masalah logistik dalam operasinya di Ukraina. Mereka menyebut Rusia sudah tidak memiliki cukup amunisi untuk mencapai kesuksesan dalam melakukan serangan.
Senada dengan itu, Gedung Putih pada hari Senin (1/5) memperkirakan bahwa Rusia telah menderita 100.000 korban sejak Desember, termasuk lebih dari 20.000 tewas.
Namun, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebut perkiraan AS tentang kerugian Rusia di Ukraina tidak valid.
"Washington tidak memiliki kesempatan untuk memberikan angka yang benar. Mereka tidak memiliki data seperti itu," ungkap Peskov.
Baca Juga: Demi Ukraina, Uni Eropa Berencana Mendongkrak Produksi Amunisi
Di kubu lawan, Ukraina baru saja mendapatkan kepastian dukungan dari Uni Eropa untuk mengamankan pasokan amunisi.
Dalam pemaparan Komisi Eropa hari Rabu (3/5), Uni Eropa akan memberikan subsidi kepada perusahaan senjata Eropa untuk investasi yang meningkatkan produksi amunisi dan misil.
Uni Eropa berencana menyisihkan lebih dari 500 juta euro atau sekitar Rp 8,1 triliun agar bisa meningkatkan produksi amunisi untuk mendukung Ukraina dalam perang.
Skema ini adalah bagian ketiga dari upaya Uni Eropa untuk mendapatkan lebih banyak amunisi dan senjata ke Ukraina, khususnya peluru artileri 155 milimeter yang secara khusus dipesan Kyiv.