Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING/SHANGHAI. China akhirnya memutuskan untuk hidup dengan COVID-19. Sebagai bukti, para komuter Beijing dan Shanghai yang mengenakan masker memadati kereta bawah tanah pada Senin (16/12/2022) bahkan ketika pekerja medis garis depan berjuang untuk mengatasi jutaan infeksi baru.
Melansir Reuters, setelah tiga tahun pembatasan anti-virus corona yang keras, Presiden Xi Jinping mencabut kebijakan penguncian nol-COVID China dan pengujian tanpa henti pada 7 Desember sebagai tanggapan atas aksi unjuk rasa publik dan wabah yang meluas.
"Pencegahan dan pengendalian epidemi virus corona baru negara kami menghadapi situasi baru dan tugas baru," kata kantor berita resmi Xinhua mengutip pernyataan Xi pada hari Senin dalam sambutannya tentang kesehatan masyarakat.
Hal ini menandai salah satu rujukan pertamanya pada perubahan kebijakan China baru-baru ini.
Virus corona sekarang menyebar sebagian besar tidak terkendali di seluruh negara berpenduduk 1,4 miliar orang. Para ahli kesehatan dan penduduk meragukan tentang statistik COVID pemerintah, yang menunjukkan tidak ada kematian baru akibat COVID yang dilaporkan selama enam hari hingga Minggu.
Baca Juga: Kasus COVID-19 di China Meningkat, Rumah Sakit Kewalahan Menangani Pasien
Padahal, dokter mengatakan, rumah sakit di CHina kewalahan dengan kedatangan pasien yang jumlahnya lima hingga enam kali lebih banyak dari biasanya, kebanyakan lansia.
"Semua tingkat pemerintahan harus lebih mengintensifkan upaya mereka untuk memastikan permintaan perawatan medis dan persediaan terpenuhi," kata Perdana Menteri Li Keqiang seperti dikutip Xinhua dalam laporannya.
Sementara itu, sejumlah warga China menyatakan kesiapannya untuk hidup dengan COVID-19.
"Saya siap hidup dengan pandemi," kata warga Shanghai berusia 25 tahun, Lin Zixin. "Penguncian bukanlah solusi jangka panjang."
Tahun ini, dalam upaya untuk mencegah infeksi agar tidak terkendali di seluruh negeri, 25 juta orang di Shanghai - pusat komersial China mengalami isolasi pahit selama dua bulan di bawah penguncian yang berlangsung hingga 1 Juni.
Baca Juga: Ekonomi Global dalam Risiko Besar Gara-Gara Kasus Covid-19 China yang Parah
Jalanan Shanghai yang semarak pada hari Senin sangat kontras dengan suasana di bulan April dan Mei ketika hampir tidak ada orang yang keluar rumah.
Pasar Natal tahunan yang digelar di Bund, sebuah distrik komersial di Shanghai, sangat populer di kalangan penduduk kota selama akhir pekan. Kerumunan memadati musim perayaan musim dingin di Shanghai Disneyland dan Beijing's Universal Studios pada hari Minggu, mengantre untuk berfoto dengan mengenakan pakaian bertema Natal.
Surat kabar lokal The 21st Century Business Herald melaporkan, jumlah perjalanan ke tempat-tempat indah di selatan kota Guangzhou akhir pekan ini meningkat 132% dari akhir pekan lalu.
"Sekarang pada dasarnya semua orang telah kembali ke rutinitas normal," kata seorang warga Beijing berusia 29 tahun bermarga Han.
China adalah negara besar terakhir yang memperlakukan COVID sebagai endemik, mencabut penguncian, dan hampir semua pembatasan lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Langkah-langkah penahanannya telah memperlambat ekonomi bernilai US$ 17 triliun itu ke tingkat pertumbuhan terendah dalam hampir setengah abad, sehingga mengganggu rantai pasokan dan perdagangan global.
Menurut para analis, ekonomi terbesar kedua di dunia itu diperkirakan akan semakin menderita dalam jangka pendek, karena gelombang COVID menyebar ke area manufaktur dan banyaknya tenaga kerja jatuh sakit, sebelum bangkit kembali tahun depan.
Tesla menghentikan produksi di pabriknya di Shanghai pada hari Sabtu, memajukan rencana untuk menghentikan sebagian besar pekerjaan di pabrik tersebut pada minggu terakhir bulan Desember. Perusahaan tidak memberikan alasan apapun.
Baca Juga: Bencana Covid Xi Jinping Menempatkan Ekonomi Global dalam Risiko Besar
Kewalahan
Negara terpadat di dunia telah mempersempit definisinya untuk mengklasifikasikan kematian terkait COVID. Yakni dengan hanya menghitung kematian yang melibatkan pneumonia atau kegagalan pernapasan yang disebabkan COVID. Hal ini membuat para pakar kesehatan dunia heran.
Menurut media pemerintah, sistem perawatan kesehatan negara berada di bawah tekanan yang sangat besar, dengan staf diminta untuk bekerja, sementara pekerja medis yang sakit dan pensiunan di masyarakat pedesaan dipekerjakan kembali untuk membantu.
"Rumah sakit kewalahan dari atas ke bawah," kata dokter Howard Bernstein di Rumah Sakit Keluarga Bersatu Beijing milik swasta.
Pemerintah Zhejiang, provinsi industri besar di dekat Shanghai dengan populasi 65,4 juta, mengatakan pada Minggu bahwa pihaknya sedang berjuang melawan sekitar satu juta infeksi COVID-19 harian baru, jumlah yang diperkirakan akan berlipat ganda di hari-hari mendatang.
Baca Juga: Komisi Kesehatan China Berhenti Menerbitkan Angka Harian Covid-19
Otoritas kesehatan di provinsi Jiangxi tenggara mengatakan infeksi akan mencapai puncaknya pada awal Januari. Dijelaskan pula bahwa mungkin ada puncak lain saat orang bepergian bulan depan untuk perayaan Tahun Baru Imlek.
Mereka memperingatkan bahwa gelombang infeksi akan berlangsung selama tiga bulan dan sekitar 80% dari 45 juta penduduk provinsi itu dapat tertular virus tersebut.
Kota Qingdao, di provinsi timur Shandong, memperkirakan hingga 530.000 penduduk terinfeksi setiap hari.
Kota-kota di seluruh China berlomba untuk menambah unit perawatan intensif dan klinik demam, fasilitas yang dirancang untuk mencegah penyebaran penyakit menular yang lebih luas di rumah sakit.
Pemerintah kota Beijing mengatakan jumlah klinik demam di ibu kota telah meningkat dari 94 menjadi hampir 1.300, kata media pemerintah.
Shanghai memiliki 2.600 klinik demam dan telah memindahkan dokter dari departemen medis yang kurang terlatih untuk membantu.