Penulis: Tiyas Septiana
KONTAN.CO.ID - Jika Anda mempelajari Warren Buffett cukup lama, ada dua hal yang menonjol: pertama, ia sangat kaya raya; kedua, ia meraih kekayaan itu justru dengan tidak melakukan hal-hal yang biasanya kita kira bisa membuat seseorang kaya.
Banyak orang mengira kekayaan harus ditunjukkan dengan gaya hidup mewah, utang besar, dan kerja tanpa henti.
Namun saat Anda membaca surat-surat Buffett kepada pemegang saham, Anda akan sadar bahwa kekayaan sejati justru dibangun dari kebiasaan yang dihindari.
Berikut ini adalah tujuh kebiasaan sehari-hari yang dihindari oleh "Sang Dukun dari Omaha", dirangkum dari My Inner Creative.
Baca Juga: Pelindo dan ASDP Luncurkan Vending Machine UMKM di Toba dan Labuan Bajo
1. Membeli Barang untuk Pamer, Bukan untuk Kemajuan
Buffett masih tinggal di rumah lamanya di Omaha yang ia beli pada 1958 seharga US$31.500—keputusan yang mengejutkan banyak orang karena rumah itu terlihat begitu... biasa saja.
Setiap pembelian konsumtif mengalihkan dana yang seharusnya bisa berkembang menjadi aset, ke dalam barang yang nilainya terus menyusut.
Dalam ilmu ekonomi perilaku, dorongan untuk belanja berlebihan ini disebut hyperbolic discounting: mengejar kenikmatan sesaat dengan mengorbankan kebebasan di masa depan.
Orang yang diam-diam menjadi jutawan melakukan sebaliknya. Mereka memperlakukan uang sisa seperti benih—ditanam dalam aset produktif dan dibiarkan berkembang oleh waktu.
2. Menganggap Kartu Kredit Sebagai Pendapatan Tambahan
Dalam salah satu pertemuan Berkshire Hathaway, Buffett pernah memperingatkan, “Jangan gunakan kartu kredit seperti celengan yang bisa diambil sewaktu-waktu.”
Bunga kartu kredit berkembang melawan Anda dengan kecepatan yang sama seperti seharusnya investasi Anda tumbuh.
Orang-orang yang diam-diam kaya menggunakan kartu hanya untuk kenyamanan. Mereka membayar tagihan secara penuh, mencatat pengeluaran dengan disiplin, dan mengalihkan kelebihan dana ke aset yang terus bekerja saat mereka tidur.
Mungkin terdengar membosankan, tapi coba hitung: saldo US$5.000 dengan bunga 22% berarti Anda harus membayar bunga US$1.100 per tahun—uang yang seharusnya bisa menghasilkan dividen, bukan terbuang begitu saja.
Baca Juga: IHSG Turun 0,49% ke Level 6.881, Top Losers LQ45: ADMR, ARTO dan BRPT, Rabu (2/7)
3. Mengejar Keuntungan Cepat dan Panik Saat Pasar Bergejolak
Kutipan Buffett yang terkenal — “Pasar saham adalah alat untuk memindahkan uang dari orang yang tidak sabar ke orang yang sabar” — seharusnya tertulis di setiap laman login akun investasi.
Riset dari Morgan Stanley membuktikan intuisi Buffett: investor jangka panjang yang tetap tenang saat pasar bergejolak jauh lebih unggul dibanding trader yang panik.
Mengapa?
Karena manusia cenderung merasa lebih sakit saat rugi, dibandingkan bahagia saat untung dalam jumlah yang sama. Akibatnya, banyak yang buru-buru menjual saat harga turun sedikit.
4. Berhenti Membaca Setelah Lulus Sekolah
Saat sesi tanya jawab di Universitas Columbia, Buffett pernah mengangkat tumpukan laporan dan berkata, “Bacalah 500 halaman seperti ini setiap hari. Begitulah cara kerja pengetahuan.”
Kebanyakan orang hanya mengangguk, lalu kembali scroll media sosial selama satu jam. Orang-orang yang diam-diam kaya justru sebaliknya. Mereka punya waktu khusus membaca—misalnya pukul 6 sampai 7 pagi—dan menjauhi gawai.
Manfaatnya bukan sekadar menambah informasi, tapi juga meningkatkan ketenangan dalam mengambil keputusan.
Potongan berita instan memicu stres dan reaksi impulsif, sedangkan membaca mendalam membangun pola pikir kuat yang membantu Anda tetap rasional.
Dalam ilmu saraf, proses ini disebut knowledge scaffolding—setiap informasi baru melekat pada kerangka pengetahuan yang sudah ada, dan berkembang seperti bunga majemuk dalam investasi intelektual.
5. Mengikuti Arus dan Menyerahkan Pemikiran pada Mayoritas
Buffett meyakini bahwa Anda tidak serta-merta benar atau salah hanya karena orang lain setuju atau tidak dengan Anda.
Ia dan Charlie Munger bahkan merumuskan prinsip ini menjadi konsep circle of competence—fokus hanya pada bidang yang benar-benar Anda kuasai.
Konsep ini punya halaman Wikipedia sendiri karena menjadi kunci utama kesuksesan mereka.
Mengikuti mayoritas memang terasa aman, terutama saat media sosial dipenuhi opini seragam. Namun rasa aman itu semu; ketika semua orang sepakat, tak ada ruang untuk kesalahan.
Tonton: Trump Telah Siapkan Dua Hingga Tiga Kandidat Pengganti Ketua The Fed Jerome Powell
6. Berutang Demi Spekulasi
Utang ibarat adrenalin untuk portofolio Anda—sampai akhirnya Anda terkena margin call. Buffett menegaskan, “Kalau Anda pintar, Anda tak butuh utang; kalau Anda bodoh, utang akan menghancurkan Anda.”
Orang yang diam-diam kaya lebih memilih ekuitas yang bertumbuh perlahan daripada spekulasi dengan utang.
Secara matematis, kerugian 50% akibat utang mengharuskan Anda meraih keuntungan 100% hanya untuk kembali ke titik awal—lubang yang terlalu dalam bahkan untuk Buffett isi dengan bacaannya.
Psikolog menyebut dorongan memakai utang ini sebagai illusion of control: kita merasa bisa mengatur waktu keluar dari investasi, padahal kenyataannya tidak.
Saat utang dihilangkan, ilusi itu hilang juga—dan yang tersisa hanyalah ketahanan finansial, prinsip utama dalam pertumbuhan kekayaan menurut Buffett.
7. Berinvestasi di Luar Kapasitas Pengetahuan
Menurut Buffett, risiko sejati adalah ketika Anda tidak tahu apa yang sedang Anda lakukan.
Model circle of competence miliknya mengingatkan kita bahwa tidak apa-apa hanya tahu sedikit, asalkan sadar batasannya.
Investor yang diam-diam sukses memperluas lingkar kompetensinya secara perlahan melalui pembelajaran, bukan spekulasi. Mereka juga tak ragu berkata “saya tidak tahu” pada hal-hal di luar pengetahuannya.
Setiap jawaban “tidak” membantu mereka fokus lebih dalam pada bidang yang mereka kuasai.
Hasilnya bukan hidup yang terbatas, melainkan fondasi keuangan yang jauh lebih kuat. Ketika peluang sesuai dengan kompetensinya, mereka akan bertindak cepat. Ketika tidak, mereka menunggu—dengan dana cadangan siap digunakan saat kesempatan emas datang.