Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
Sementara toko Nike di Pusat Perbelanjaan Sana di Teheran Utara menjual barang-barang asli. "Barang-barang kami langsung berasal dari luar negeri, misalnya dari Dubai," kata seorang penjual bernama Mehdi dalam percakapan telepon dengan DW dari Teheran.
Para pelanggannya sungguh menjanjikan dan mampu membayar barang-barang belanjaan mereka. "Pelanggan kami telah berkeliling dunia dan dapat mengenali barang-barang asli dalam sekejap," ujar Mehdi.
Produk barat untuk yang berpunya
Sana Shopping Centre adalah satu dari beberapa pusat perbelanjaan yang baru dibangun di Teheran utara. Di sini, di kaki Pegunungan Elburs, dahulu tumbuh berbagai kebun buah yang subur. Saat itu para raja pun pernah memiliki istana di sini.
Baca Juga: Aktivitas nuklir meningkat, Uni Eropa desak Iran patuhi kesepakatan
Hari ini, daerah yang sama dihuni para pejabat dan politisi revolusi Islam. Tetangga mereka sebagian besar adalah pengusaha kaya yang memiliki koneksi bagus dengan pihak penguasa. Bukan rahasia lagi kalau ekonomi Iran menderita akibat korupsi dan nepotisme.
Meski terkena sanksi ekonomi dari Amerika, para pelanggan berduit tetap bisa menemukan segala macam barang, termasuk produk asli dengan cap "Made in USA."
Ransel dari Nike misalnya. "Harganya setara dengan 68 euro (sekitar Rp 1 juta)," kata Mehdi. "Penjualannya bagus sekali sekarang, banyak remaja menyukainya."
Uang 68 euro bukan jumlah yang kecil di Iran yang rata-rata penghasilan penduduknya sebesar 400 euro (Rp 6,2 juta) per bulan. Berdasarkan nilai tukar resmi bersubsidi saat ini, satu euro nilainya sekitar 48.000 rial.
Namun kurs senilai ini hanya berlaku jika misalnya seseorang ingin membeli obat-obatan. Sementara di pasar terbuka, nilai mata uang rial lebih rendah dari itu. Orang harus membayar 145.000 rial untuk satu euro. Jadi, buat sebagian besar orang, produk impor sangatlah mahal.
Budaya konsumsi di tengah krisis ekonomi
Negara ini telah mengalami krisis ekonomi selama lebih dari setahun. Pada Mei 2018, Presiden AS Donald Trump secara sepihak membatalkan perjanjian nuklir dengan Iran dan meluncurkan kampanye untuk memberi "tekanan maksimum" dan sanksi kepada negara tersebut.