Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Aktivitas manufaktur di sejumlah pusat produksi Asia kembali tersendat pada November 2025.
Harapan bahwa perkembangan negosiasi dagang Amerika Serikat (AS) dengan berbagai negara dapat memulihkan pesanan belum terwujud, membuat sejumlah ekonomi besar di kawasan ini masih bergulat dengan lemahnya permintaan global.
Rilis berbagai indeks manufaktur (PMI) pada Senin (1/12/2025) memperlihatkan kondisi yang terbelah di Asia.
Baca Juga: APSyFI Soroti Ketimpangan Strategi Dagang Jelang Negosiasi Tarif AS
China, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan kompak mencatat kontraksi, sementara sebagian besar negara Asia Tenggara justru masih mempertahankan ekspansi.
Di China, produsen manufaktur terbesar dunia, aktivitas pabrik kembali masuk zona kontraksi menurut survei PMI swasta, sehari setelah data resmi menunjukkan pelemahan selama delapan bulan beruntun, meski laju penurunannya melambat.
“Volume kontainer di pelabuhan China hampir tidak berubah dari Oktober. Jika pun ada perbaikan permintaan, dampaknya minim terhadap produksi yang tertekan oleh tingginya level inventori,” ujar Ekonom Capital Economics, Zichun Huang.
Baca Juga: Industri Manufaktur Antisipasi Tarif Trump: Pacu Diversifikasi Ekspor & Perkuat Pasar
Ia menambahkan bahwa tekanan deflasi masih kuat karena harga output berada di level rendah.
Di Jepang, PMI menunjukkan pesanan baru terus turun dan memperpanjang periode pelemahan menjadi dua setengah tahun. Kondisi ini dikaitkan dengan lingkungan bisnis global yang lesu, anggaran klien yang lebih ketat, serta investasi modal yang tertahan.
Data resmi turut mencatat perlambatan belanja modal korporasi pada kuartal ketiga.
Korea Selatan juga mencatat kontraksi dua bulan berturut-turut, meski kesepakatan dagang baru dengan Amerika Serikat memberi sedikit kejelasan bagi pelaku industri.
Namun ekspor Korea justru tumbuh untuk bulan keenam beruntun pada November, ditopang lonjakan penjualan chip dan kenaikan ekspor otomotif.
Baca Juga: Bangkitkan Industri Manufaktur, Pelaku Industri Apresiasi Negoisasi Tarif Impor AS
Sementara itu, Taiwan masih mengalami penurunan aktivitas pabrik, meskipun laju kontraksinya mulai melambat.
Berbeda dengan negara-negara manufaktur besar Asia Timur, kinerja Asia Tenggara tampil lebih kuat. Indonesia dan Vietnam kembali melaporkan pertumbuhan yang solid, disusul Malaysia yang berhasil kembali ke zona ekspansi setelah sebelumnya melemah.
Secara keseluruhan, data ini menunjukkan bahwa penyelesaian sebagian isu dagang antara AS dan mitra-mitranya belum cukup untuk menghidupkan kembali permintaan global.
Produsen Asia pun masih dibayangi ketidakpastian dan penyesuaian terhadap lanskap perdagangan baru yang dibentuk kebijakan tarif Amerika Serikat.













