Reporter: Amal Ihsan Hadian | Editor: Amal Ihsan
SEOUL. Untuk pertama kalinya, Kore Utara (Korut) mengancam akan melancarkan serangan nuklir terhadap Amerika Serikat (AS) dan negara-negara yang dianggap musuhnya. Ancaman yang disampaikan Kementerian Luar Negeri Korea Utara, Kamis (7/3), terbit setelah Dewan Keamanan PBB merilis resolusi sanksi baru untuk Korut.
Dalam pernyataan, Pyongyang menilai, AS memaksa mereka memicu perang nuklir. Karena itu, angkatan bersenjata Korea Utara akan melakukan haknya untuk melancarkan serangan nuklir pendahulu terhadap negara musuh untuk melindungi kepentingannya.
Awal minggu ini, Panglima Tentara Korut Kang Pyo Yong muncul di televisi untuk mengumumkan Korea Utara, hari Senin depan, membatalkan gencatan senjata tahun 1953 yang menghentikan perang saudara Korea yang berlangsung tiga tahun. Ia bahkan mengatakan sudah mengarahkan rudal balistik antar benua (ICBM) Korut ke AS dan negara lain.
Korea Utara tidak menutupi kegeramannya pada sanksi-sanksi baru Dewan Keamanan PBB terhadap pihaknya. Korea Utara juga menyampaikan dengan tegas ketidaksenangannya dengan latihan militer yang sedang berlangsung antara pasukan Amerika dan Korea Selatan. Korea Utara mengklaim, latihan gabungan itu sebagai dalih Amerika melakukan serangan nuklir.
CNN melaporkan, AS merespon tegas ancaman Korea Utara. Juru bicara gedung Jay Carney menegaskan, AS mampu membela dirinya dari serangan nuklir Korut. AS bahkan menegaskan, sudah memiliki "payung strategis" untuk melindungi tanah air dan Korea Selatan serta Jepang dari serangan nuklir Korut.
Panglima pasukan Amerika di Korea Selatan Jenderal James Thurman mengaku khawatir dengan ancaman Korea Utara yang membatalkan perjanjian gencatan senjata itu. Cuma, ia menegaskan Korea Utara harus berhitung dengan benar sebelum menyerang AS dan sekutunya. Ia menegaskan AS bertanggung jawab untuk menegakkan sepenuhnya ketentuan-ketentuan gencatan senjata itu.
Dokumen gencatan senjata itu ditandatangani oleh komandan-komandan militer China dan Korea Utara di satu pihak dan komando PBB pimpinan Amerika atas nama masyarakat internasional. Korea Selatan tidak menandatangani perjanjian itu. Kedua Korea sejak itu terpecah. Tidak pernah dibuat perjanjian damai sehingga Korea Utara dan Korea Selatan secara de jure sebenarnya masih berperang.