Sumber: Military Times,Military Times | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON D.C. Amerika Serikat (AS) berencana mengurangi jumlah pasukan militernya yang ada di Irak dari 5.200 menjadi hanya sekitar 3.500 pada November nanti. Pengurangan ini sejalan dengan kampanye Presiden Donald Trump yang ingin mengakhiri "endless war".
Langkah ini dianggap sebagai salah satu upaya Trump untuk meraup dukungan jelang Pemilihan Presiden AS yang juga akan diadakan pada November mendatang.
Tentara AS ditugaskan di Irak untuk melatih dan memberikan arahan kepada pasukan keamanan Irak yang saat ini sedang memerangi pasukan ISIS. Sayang, upaya tersebut sering terganjal oleh banyaknya serangan dari kelompok militan yang mendapatkan dukungan dari Iran.
Tentara AS memiliki sejarah panjang di Irak. Tentunya, masih jelas dalam ingatan saat pasukan AS menyerang Irak dan menggulingkan Presiden Saddam Hussein pada 2003 silam.
Baca Juga: Rezonans-NE, radar Iran buatan Rusia lacak jet tempur siluman F-35 milik AS
Sempat mundur selama beberapa tahun, AS kembali mengirim pasukannya ke Irak pada 2014, setelah militan ISIS menghancurkan perbatasan Suriah dan menguasai sebagian besar wilayah Irak.
Pekan lalu, tepatnya pada Kamis (20/8), Trump bertemu dengan Perdana Menteri Irak Mustada al-Kadhimi di Gedung Putih, membahas langkah-langkah perdamaian yang bisa dilakukan di Irak.
"Kami menunggu hari di mana kami tidak perlu lagi berada di sana. Dulu kami di sana, sekarang kami keluar. Kami akan segera pergi dan hubungan ini akan tetap terjalin. Kami akan pergi dan mudah-mudahan Irak dapat mempertahankan dirinya sendiri," ungkap Trump seperti dikutip Military Times.
Baca Juga: Iran pamerkan dua rudal baru yang lebih canggih, ini kemampuannya
Bulan lalu, jenderal AS untuk wilayah Timur Tengah mengatakan, dia yakin Amerika Serikat akan tetap mempertahankan pasukannya di Irak, meskipun jumlahnya kecil.
Jenderal Marinir Frank McKenzie, Komandan Komando Pusat AS, menyebutkanm dirinya yakin Irak juga akan meyambut dengan baik kehadiran pasukan AS di wilayah mereka, terutama untuk membantu pertempuran dengan ISIS.
Pada Januari lalu, ketegangan antara AS dan Irak sempat memuncak, setelah serangan drone AS menewaskan Jenderal Iran Qassem Soleimani dan pemimpin milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis.
Baca Juga: Koalisi yang dipimpin AS tarik mundur pasukannya dari pangkalan Taji Irak
Saat itu, anggota parlemen Irak, terutama dari faksi politik Syiah, sangat geram dan mengeluarkan resolusi tidak mengikat untuk mengusir semua pasukan koalisi yang dipimpin AS dari Irak.
Sebagai respons atas terbunuhnya Soleimani pada 8 Januari, Iran meluncurkan rudal balistik ke pangkalan udara al-Asad di Irak, menyebabkan lebih dari 100 tentara AS mengalami cedera serius.
Dua bulan kemudian, jet tempur AS menyerang lima lokasi sebagai pembalasan, menargetkan anggota milisi Syiah yang diyakini bertanggungjawab atas serangan rudal di al-Asad.
Baca Juga: Puluhan armada tempur Rusia mulai unjuk gigi di perairan dekat Alaska