kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.294.000   -9.000   -0,39%
  • USD/IDR 16.585   5,00   0,03%
  • IDX 8.258   6,92   0,08%
  • KOMPAS100 1.128   -3,16   -0,28%
  • LQ45 794   -6,53   -0,82%
  • ISSI 295   3,34   1,15%
  • IDX30 415   -3,30   -0,79%
  • IDXHIDIV20 467   -5,39   -1,14%
  • IDX80 124   -0,60   -0,48%
  • IDXV30 134   -0,53   -0,39%
  • IDXQ30 130   -1,48   -1,13%

Obligasi Jangka Panjang Tertekan, Tren Baru Menguat di Pasar Global


Jumat, 10 Oktober 2025 / 11:01 WIB
Obligasi Jangka Panjang Tertekan, Tren Baru Menguat di Pasar Global
ILUSTRASI. Papan data keuangan di Tokyo menampilkan Indeks Saham Nikkei 225 yang mencapai rekor penutupan tertinggi di 45.769,50 pada 3 Oktober 2025. Pasar obligasi global kembali bergejolak seiring meningkatnya kekhawatiran fiskal di Amerika Serikat (AS), kawasan euro, dan Jepang.


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  Pasar obligasi global kembali bergejolak seiring meningkatnya kekhawatiran fiskal di Amerika Serikat (AS), kawasan euro, dan Jepang. 

Investor diperkirakan akan kembali menyalakan tren curve steepening yakni pelebaran selisih imbal hasil antara obligasi jangka pendek dan jangka panjang, jika beban anggaran pemerintah terus membesar.

Selama tahun ini, investor cenderung melepas obligasi jangka panjang negara-negara dengan pengeluaran yang meningkat atau disiplin fiskal yang dipertanyakan. 

Hal itu mendorong biaya pinjaman pemerintah naik ke level tertinggi dalam beberapa dekade. Sebaliknya, obligasi jangka pendek masih mendapatkan toleransi lebih.

Baca Juga: Dibayangi Fluktuasi Pasar, Berikut Tips Memilih Obligasi Jangka Panjang

Pada awal pekan, imbal hasil obligasi jangka panjang Jepang mencapai rekor tertinggi, sementara imbal hasil obligasi Prancis mendekati puncak 16 tahun. Sebaliknya, obligasi jangka pendek hanya mengalami kenaikan terbatas, dipicu ketidakstabilan politik yang mengguncang pasar.

Fenomena ini membuat curve steepening menjadi salah satu strategi utama di pasar obligasi sepanjang 2025. 

Selisih imbal hasil antara obligasi 10 tahun dan 30 tahun di Jerman melebar 36 basis poin, di AS naik 37 basis poin, dan di Jepang meningkat sekitar 40 basis poin. Meski sempat menyempit pada September, investor menilai tekanan fiskal tidak akan segera mereda.

“Tekanan anggaran pemerintah tidak akan cepat selesai, jadi kami masih mempertahankan posisi pada steepener di AS dan Eropa,” ujar Reine Bitar, Senior Portfolio Manager Amundi.

Situasi ini kian kompleks karena sejumlah faktor. Jerman, misalnya, memperlonggar aturan fiskalnya untuk membiayai infrastruktur dan pertahanan sehingga defisit diperkirakan naik dari 60% menjadi 70% terhadap PDB. 

Baca Juga: Pendekatan Investasi Jangka Panjang Jadi Fokus dalam Diskusi Pasar Modal

Prancis pun tengah dilanda krisis politik dengan kondisi keuangan sebagai isu utama. Sementara itu, permintaan obligasi jangka panjang di zona euro diperkirakan menurun setelah reformasi dana pensiun Belanda mengurangi kebutuhan kepemilikan obligasi jangka panjang.

Untuk menahan gejolak, otoritas utang di AS, Eropa, dan Jepang berupaya menyeimbangkan penerbitan obligasi dengan lebih banyak menjual surat utang berjangka pendek dan mengurangi pasokan obligasi jangka panjang.

Di AS, selain defisit anggaran, inflasi dan independensi Federal Reserve menjadi sorotan. 

Kekhawatiran muncul jika The Fed dianggap tunduk pada tekanan politik Presiden Donald Trump untuk segera menurunkan suku bunga, yang bisa mendorong ekspektasi inflasi dan imbal hasil obligasi jangka panjang lebih tinggi.

Baca Juga: Peningkatan Kompetensi Guru Jadi Investasi Jangka Panjang

Menurut PIMCO, pasar saat ini masih berasumsi independensi The Fed terjaga dan defisit anggaran AS tetap sesuai proyeksi pemerintah. 

Namun, jika selisih imbal hasil antara obligasi 5 tahun dan 30 tahun melampaui 110 basis poin, investor akan memilih mengambil untung. Saat ini, selisih itu berada di kisaran 100 basis poin, setelah sempat menyentuh 120 basis poin pada September lalu.

Jepang menjadi negara dengan pelebaran kurva paling tajam. Selisih imbal hasil obligasi 10 tahun dan 30 tahun mencapai 160 basis poin, jauh di atas Jerman (55 bps) dan AS (57 bps). 

Kondisi ini dipicu perubahan aturan solvabilitas perusahaan asuransi jiwa domestik yang tidak lagi diwajibkan memegang banyak obligasi jangka panjang.

“Kurva 10s30s Jepang terlihat sebagai anomali dalam konteks global, bahkan berada jauh di atas nilai wajarnya jika dibandingkan tren historis domestik,” ujar Konstantin Veit, Portfolio Manager PIMCO.

Dengan ketidakpastian fiskal yang kian menekan, investor global masih menaruh perhatian besar pada obligasi jangka panjang. Jika tekanan anggaran tak segera teratasi, tren curve steepening diperkirakan akan kembali menjadi primadona di pasar obligasi dunia.

Selanjutnya: Wijaya Karya Beton (WTON) Catat Kontrak Baru Rp 2,79 Triliun per September 2025

Menarik Dibaca: Promo 10.10 Sport Station 10-12 Oktober 2025, Belanja Untung Diskon sampai 70%




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×