Reporter: Dyah Megasari, Bloomberg |
LONDON. Manajemen Royal Bank of Scotland Group Plc (RBS) dinilai melakukan keputusan yang buruk saat mengakuisisi ABN Amro Holding NV. RBS yang bermarkas di Inggris dianggap gagal melaksanakan due diligent ABN Amro saat krisis 2008. Demikian hasil laporan yang dibeberkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inggris, Senin (12/12).
OJK mengulas, bank tersebut terlalu banyak bergantung pada pendanaan jangka pendek. "Itulah kelemahan yang tidak terjawab oleh regulator perbankan Inggris," demikian pernyataan tertulis yang ada di situs OJK.
Secara gamblang, laporan itu menggambarkan adanya kesalahan besar dalam memberikan keputusan dan eksekusi yang dilakukan manajemen RBS. "Kombinasi keduanya mengakibatkan RBS menjadi salah satu bank yang gagal di tengah krisis global," terang Adair Turner, Ketua OJK.
RBS melaporkan kerugian hingga £ 24,1 miliar pada kinerja 2008. Ini merupakan kerugian terbesar dalam sejarah Inggris. Bank juga membutuhkan dana talangan £ 45,5 miliar yang juga digunakan untuk membayar pajak. Ini merupakan dana talangan perbankan terbesar di dunia setelah aksi korporasi berupa akuisisi.
OJK berada di bawah tekanan anggota parlemen untuk memublikasikan masalah keuangan RBS setelah Chief Executive Officer RBS saat itu, Fred Goodwin dan pejabat lainnya dinyatakan bersalah.
Chairman RBS yang sekarang, Philip Hampton menyambut baik laporan tertulis OJK tersebut. Teguran tertulis itu membuatnya semakin berniat mengubah cara bisnis bank.
"Manajemen baru kami telah membuat kemajuan yang signifikan. Kepemimpinan saat ini akan membuat bank lebih aman dan lebih fokus melayani nasabah," ujar Hampton.
RBS mengaku telah melakukan restrukturisasi besar-besaran. "Bahkan restrukturisasi tersebut membuahkan hasil yang lebih baik dari target yang dipatok. Yakinlah, kami sedang mengubah bisnis dengan cara kami," janjinya.