kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pandangan Pejabat The Fed Terpecah Terkait Penanganan Inflasi AS Jangka Panjang


Rabu, 13 April 2022 / 15:11 WIB
Pandangan Pejabat The Fed Terpecah Terkait Penanganan Inflasi AS Jangka Panjang
ILUSTRASI. Pandangan para pembuat kebijakan The Fed terpecah mengenai prospek penanganan inflasi AS dalam jangka panjang.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pandangan para pembuat kebijakan The Fed terpecah mengenai prospek penanganan inflasi Amerika Serikat (AS) dalam jangka panjang. Terdapat dua pandangan berseberangan apakah inflasi tinggi akan jadi masalah berulang di masa depan yang membutuhkan kenaikan suku bunga berulang pula.

Pernyataan terpisah Gubernur The Fed Lael Brainard dan Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin terkait prospek pasca pandemi menunjukkan perbedaan pandangan meskipun saat ini semua sama-sama melihat keniakna suku bunga agresif tahun ini diperlukan.

Perbedaan pandangan itu dapat membelokkan arah jalan kebijkaan The Fed untuk tahun-tahun berikutnya.

Brainard dalam wawancaranya dengan Wall Street Journal mengatakan, tugas terpenting The Fed saat ini adalah membawa inflasi kembali ke target 2%. Dia yakin serangkaian kenaikan suku bunga dan pengurangan kepemilikan obligasi secara besar-besaran akan mencapai itu.

Baca Juga: Dampak Perang Rusia-Ukraina, Gubernur BI: Suku Bunga The Fed akan Naik Lebih Tinggi

Dia bilang, hal itu didorong oleh inflasi inti, tidak termasuk energi dan makanan, mulai moderat. Itu terjadi bahkan di tengah kenaikan harga utama yang mencapai level tertinggi sejak 1981. Seperti dikutip Reuters, Rabu (13/4), Brainard memperkirakan, permintaan dan inflasi akan mendingin dalam beberapa bulan mendatang seiring The Fed secepatnya menaikkan suku bunga.

Namun, begitu ekonomi bergerak melampaui tekanan harga yang terjadi karena pembatasan pasokan akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina, dia melihat, gambaran ekonomi akan diatur ulang mendekati kondisi normal seperti sebelum pandemi.

Inflasi rendah, selama dua dekade sebelum pandemi, merupakan ancaman yang lebih besar daripada inflasi tinggi. Tekanan ke bawah yang terus-menerus pada harga dari populasi yang menua, pertumbuhan lambat dan globalisasi memaksa The Fed untuk mempertahankan suku bunga rendah kala itu. Melihat pengalaman itu, beberapa kritikus menilai respons The Fed yang terlalu lambat terhadap inflasi yang tinggi kali ini.

Secara terpisah, Richmond Barkin mengisyaratkan sepakat dengan padangan Brainard terkait jalur kebijakan jangka pendek. Namun, pandangannya terkait prospek inflasi pasca-pandemi yang sangat berbeda.

Dia mengatakan, tekanan kenaikan harga bisa bertahan jika perusahaan membuat ulang rantai pasokan lebih tahan terhadap gangguan potensial, tetapi juga lebih mahal, dan pemerintah menghabiskan manfaat untuk populasi yang menua atau pertahanan.

Kendala tenaga kerja dari pertumbuhan penduduk yang melambat juga dapat menambah tekanan ini.

Jika serangan inflasi tinggi menjadi lebih umum di masa depan daripada sebelum pandemi, lanjut Barkin, upaya untuk menstabilkan ekspektasi inflasi dapat memerlukan periode di mana kami memperketat kebijakan moneter lebih dari pola yang dilakukan baru-baru ini.

Namun, dia menegaskan, tugas The Fed dlaam jangka pendek sudah jelas menaikkan suku bunga dengan cepat ke tingkat netral yang diperkirakan sekitar 2,4%.

Baca Juga: Sri Mulyani Optimistis Ekonomi RI Tetap Kuat di Tengah Ketidakpastian Global




TERBARU

[X]
×