Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Para pemimpin negara Muslim menjadikan momen pidato di Majelis Umum PBB hari Selasa (19/9) untuk menyampaikan keresahannya terkait sejumlah aksi pembakaran Al-Quran di negara-negara Barat.
Aksi pembakaran Al-Quran sempat terjadi di beberapa negara Eropa seperti Swedia dan Denmark tahun ini. Sayangnya, pemerintah negara-negara tersebut tidak bisa berbuat banyak karena aksi tersebut dilindungi oleh undang-undang kebebasan berekspresi.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, jadi salah satu pemimpin Muslim yang terus memberikan tekanan selama berbulan-bulan kepada Swedia dan mengatakan bahwa negara-negara Barat sedang mengalami wabah rasisme termasuk Islamofobia.
Baca Juga: Prancis akan Melarang Siswi Muslim Gunakan Abaya di Sekolah
"Ini telah mencapai tingkat yang tidak dapat ditoleransi. Sayangnya, politisi populis di banyak negara terus bermain api dengan mendorong tren berbahaya tersebut," kata Erdogan pada Majelis Umum PBB, dikutip The Straits Times.
Sejalan dengan itu, Presiden Iran Ebrahim Raisi juga menyampaikan keresahannya terkait aksi pembakaran Al-Quran di Eropa. Raisi bahkan mengangkat Al-Quran saat berpidato di mimbar PBB.
Raisi juga melihat bahwa Islamofobia dan apartheid budaya sedang terjadi di negara-negara Barat.
"Islamofobia dan apartheid budaya terjadi di negara-negara Barat, terlihat dari tindakan-tindakan mulai dari penodaan Al-Quran hingga pelarangan hijab di sekolah, dan banyak diskriminasi menyedihkan lainnya yang tidak menjunjung martabat manusia," kata Raisi.
Baca Juga: Swedia Waspadai Serangan Teroris Pasca Insiden Pembakaran Al Quran
Larangan penggunaan hijab di sekolah yang disinggung oleh Raisi belum lama ini diterapkan oleh pemerintah Prancis, memicu sejumlah protes dari komunitas Muslim Prancis yang jumlahnya cukup besar.
Emir Qatar, Syekh Tamim bin Hamad Al Thani, juga menyayangkan adanya tameng bernama kebebasan berekspresi dalam setiap aksi penodaan agama di Eropa.
Menurutnya, sengaja mengkompromikan kesucian orang lain tidak boleh dilihat sebagai kebebasan berekspresi.
"Al-Quran terlalu suci untuk dinajiskan oleh orang yang tidak berakal. Tidak masuk akal untuk teralihkan perhatiannya dari orang yang idiot atau bias ketika mereka memprovokasi kita dengan membakar Al-Quran atau dengan bentuk-bentuk hal sepele lainnya," ungkap Al Thani.