Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - LA PAZ. Kondisi Bolivia kian mencekam pasca mundurnya Presiden Evo Morales. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Sabtu (16/11) mengingatkan, kekerasan di Bolivia dapat "lepas kendali" menyusul pertikaian baru-baru ini antara pasukan keamanan dan petani koka yang loyal kepada Morales yang telah menewaskan sembilan orang.
Morales mengundurkan diri di bawah tekanan polisi dan militer Bolivia pada pekan lalu setelah berbagai bukti kecurangan suara mencemari kemenangan Morales dalam pemilu 20 Oktober 2019 silam.
Baca Juga: Mundur dari Presiden Bolivia, Evo Morales mendapat suaka dari Meksiko
Morales melarikan diri ke Meksiko dua hari setelah pengunduran dirinya.
Morales yang juga mantan petani koka yang berhaluan kiri dan karismatik sejak itu menyebut pemecatannya sebagai "kudeta" sayap kanan dan mengecam meningkatnya tuduhan penindasan oleh pasukan keamanan di bawah Presiden sementara dan mantan anggota parlemen konservatif, Jeanine Anez.
"Para pemimpin kudeta membantai orang-orang pribumi yang rendah hati karena meminta demokrasi," kata Morales di Twitter menyusul laporan meningkatnya korban kekerasan seperti dikutip Reuters.
Anez menyalahkan Morales karena memicu kekerasan dari luar negeri, dan mengatakan pemerintahnya ingin mengadakan pemilihan dan bertemu dengan oposisi untuk menghentikan protes.
Baca Juga: Trump ingin Tokyo bayar Rp 112 triliun untuk keberadaan pasukan AS di Jepang
Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet memperingatkan bahwa meningkatnya kekerasan dapat merebut proses demokrasi.
"Saya khawatir bahwa situasi di Bolivia bisa lepas kendali jika pihak berwenang tidak menanganinya ... dengan penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia," kata Bachelet dalam sebuah pernyataan.
Kekerasan di Bolivia menambah keresahan yang meningkat di wilayah tersebut, termasuk di negara tetangga Chile, di mana protes atas ketidaksetaraan sosial berubah menjadi kerusuhan yang menewaskan sedikitnya 20 orang.
Ekuador, Venezuela, dan Argentina juga dilanda pemogokan, protes, dan kerusuhan yang meluas dalam beberapa bulan terakhir.
Anggaota Ombudsman Bolivia Cochabamba Nelson Cox mengatakan catatan rumah sakit di wilayah pertanian koka menunjukkan “sebagian besar” kematian dan cedera disebabkan oleh luka tembak.
Baca Juga: Trump desak Mahkamah Agung AS hentikan upaya Kongres mendapatkan catatan keuangannya
"Kami sedang bekerja dengan kantor ombudsman nasional untuk melakukan otopsi ... dan mencari keadilan bagi para korban ini," kata Cox kepada Reuters.
Lebih dari 100 orang terluka dalam pertikain itu, kata ombudsman.
Utusan PBB Jean Arnault mengatakan pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan politisi dan kelompok sosial mulai Minggu (17/11) untuk mengakhiri kekerasan dan mendorong "pemilihan umum yang bebas dan transparan."
Meskipun ibukota La Paz sebagian besar tenang, blokade jalan raya yang masih ada memicu kepanikan di jalan-jalan, dengan banyak orang bergegas menimbun barang kebutuhan sehari-hari karena persediaan semakin rendah dan harga naik.
Baca Juga: Polling Reuters: Pencalonan Michael Bloomberg gerus 3% suara Joe Biden
Meningkatnya keresahan dan jumlah korban yang meningkat mendorong Morales berkomentar dengan nada yang lebih berdamai dengan pemerintah Anez dalam beberapa hari terakhir.
"Demi demokrasi ... Saya tidak punya masalah untuk tidak ikut dalam pemilihan baru," kata Morales kepada Reuters dalam sebuah wawancara di Mexico City.
Partai pendukung Morales telah meminta sesi kedua di legislatif Bolivia untuk membahas rencana pemilihan baru.