Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Aksi mogok pekerja di fasilitas Boeing Defense di kawasan St. Louis, Amerika Serikat, berlanjut setelah para pekerja menolak proposal kontrak terbaru dari perusahaan pada Minggu (26/10/2025).
Penolakan ini memperpanjang mogok kerja yang telah berlangsung hampir tiga bulan dan menyebabkan keterlambatan pengiriman sejumlah pesawat tempur dan program militer lainnya.
Baca Juga: Trump Beri Nafas bagi Industri Tembaga AS, Aturan Emisi Era Biden Dicabut
Serikat pekerja International Association of Machinists and Aerospace Workers (IAM) District 837, yang mewakili sekitar 3.200 anggota, menyatakan bahwa Boeing belum memenuhi tuntutan para pekerja.
“Boeing mengklaim telah mendengarkan suara karyawannya – hasil pemungutan suara hari ini membuktikan sebaliknya,” ujar Presiden IAM Internasional Brian Bryant.
“Eksekutif Boeing terus menghina orang-orang yang membangun pesawat militer paling canggih di dunia, mesin yang menjaga keselamatan negara ini.”
Boeing menyatakan kecewa dengan hasil pemungutan suara tersebut dan akan beralih menjalankan contingency plan atau rencana darurat untuk mempertahankan operasional.
Baca Juga: Mantan Penasihat Gedung Putih Diangkat jadi CEO Boeing China
Isi Tawaran dan Tuntutan Serikat
Tawaran kontrak berdurasi lima tahun yang diajukan Boeing disebut tidak banyak berbeda dari penawaran sebelumnya.
Boeing memangkas bonus ratifikasi namun menambahkan saham perusahaan senilai US$ 3.000 yang akan vesting dalam tiga tahun, serta bonus retensi US$ 1.000 pada tahun keempat.
Perusahaan juga menjanjikan kenaikan upah yang lebih tinggi untuk pekerja dengan tingkat gaji tertinggi mulai tahun keempat kontrak.
“Untuk mendanai peningkatan ini, kami harus melakukan sejumlah penyesuaian, termasuk pengurangan kenaikan upah per jam yang terkait dengan kehadiran dan kerja shift tertentu,” ujar Wakil Presiden Boeing Dan Gillian.
Serikat pekerja mendesak kontribusi yang lebih besar untuk dana pensiun serta bonus ratifikasi yang mendekati US$ 12.000, jumlah yang diberikan Boeing tahun lalu kepada karyawan di divisi pesawat komersial yang sempat mogok di wilayah Pacific Northwest.
IAM memperkirakan tawaran versinya hanya menambah biaya sekitar US$ 50 juta selama empat tahun dibandingkan proposal perusahaan.
Namun, manajemen Boeing sejauh ini menolak mempertimbangkan usulan serikat tersebut.
Baca Juga: Trump Ancam Kendalikan Ekspor Suku Cadang Pesawat Boeing ke Tiongkok
Tekanan Finansial dan Dampak Produksi
Boeing diperkirakan kembali membukukan kerugian pada laporan keuangan kuartal III yang akan dirilis Rabu mendatang.
Analis Wall Street memperkirakan perusahaan akan mencatatkan charge miliaran dolar untuk program pesawat 777X yang tertunda enam tahun dan belum mendapat sertifikasi regulator.
Meski Boeing mengklaim rencana mitigasi telah menekan dampak mogok terhadap produksi, penundaan tetap terjadi.
Jenderal Kenneth Wilsbach dalam pernyataannya kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat AS pada 9 Oktober lalu menyebut pengiriman jet tempur F-15EX untuk Angkatan Udara tertunda akibat aksi mogok.
Baca Juga: Airbus Resmi Geser Boeing, A320 Jadi Pesawat Terlaris Sepanjang Sejarah
IAM juga menuduh Boeing melakukan praktik perundingan yang tidak adil dan telah mengajukan pengaduan resmi ke National Labor Relations Board pada 16 Oktober.
“Sudah saatnya Boeing berhenti berhemat terhadap pekerjanya dan menegosiasikan kesepakatan yang adil,” ujar Bryant.
Selama mogok berlangsung sejak 4 Agustus, para pekerja mengandalkan tunjangan mogok sebesar US$ 300 per minggu dari IAM, pekerjaan sambilan, serta penghematan pribadi.
Boeing menghentikan jaminan asuransi kesehatan bagi pekerja mogok sejak 30 Agustus.













