Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Iran telah bersumpah akan membalas dendam atas pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh dalam serangan udara di Teheran. Ini merupakan sebuah serangan yang membawa Timur Tengah ke ambang perang di seluruh kawasan.
Mengutip The Independent, Haniyeh berada di Teheran untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran Masoud Pezeshkian.
Pembunuhan itu terjadi beberapa jam setelah Israel mengklaim telah membunuh seorang komandan sekutu Iran, Hizbullah, di ibu kota Lebanon, Beirut, sebagai balasan atas serangan mematikan di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Atas kejadian itu, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bersumpah akan membalas dendam atas pembunuhan Haniyeh.
Dia mengatakan Israel tengah mempersiapkan hukuman berat untuk dirinya sendiri dengan membunuh tamu terkasih di Iran.
"Kami menganggap pembalasan dendamnya sebagai tugas kami," katanya dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Israel telah memburu para pemimpin Hamas sejak kelompok militan itu menyerang Israel selatan pada 7 Oktober, menewaskan lebih dari 1.130 orang dan menyandera 251 orang.
Baca Juga: Inilah Calon Kuat Pemimpin Baru Hamas, Pernah Selamat dari Upaya Pembunuhan Israel
Pada bulan April, Haniyeh mengatakan ketiga putra dan tiga cucunya telah tewas dalam serangan udara Israel di Gaza.
Tidak hanya Iran, Hamas juga telah bersumpah untuk membalas kematian Haniyeh. Hamas menyebutnya sebagai "tindakan pengecut" yang harus mendapatkan hukuman setimpal.
Kelompok bersenjata Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pembunuhan Haniyeh akan membawa pertempuran ke dimensi baru dan memiliki dampak besar.
Iran lantas mengumumkan tiga hari berkabung nasional dan mengatakan AS memikul tanggung jawab karena dukungannya terhadap Israel.
Berpotensi pecah perang
Israel dan Iran berisiko terlibat ke dalam perang pada awal tahun ini ketika Israel menyerang kedutaan besar Iran di Damaskus pada bulan April.
Iran membalas, dan Israel membalas dalam pertukaran serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah masing-masing, tetapi upaya internasional berhasil menahan siklus itu sebelum lepas kendali.
Menurut wakil kepala Hamas di Gaza Khalil Al-Hayya dalam konferensi pers di Teheran, Hamas dan Iran tidak menginginkan perang regional, tetapi ada kejahatan yang harus dihukum.
Mahmoud Abbas, presiden Otoritas Palestina, mengutuk pembunuhan pemimpin Hamas itu. Sementara berbagai faksi Palestina menyerukan demonstrasi besar-besaran.
Rusia, China, dan Qatar termasuk di antara negara-negara yang mengecam keras pembunuhan itu pada Rabu pagi.
Baca Juga: Ini Profil Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Tewas di Iran
Kematian Haniyeh terjadi beberapa jam setelah Israel mengklaim telah "membunuh" salah satu pemimpin tertinggi kelompok militan Hizbullah yang didukung Iran dalam serangan udara di Beirut, yang digambarkannya sebagai balas dendam atas serangan roket di Dataran Tinggi Golan yang diduduki yang menewaskan belasan anak.
Israel menyalahkan Hizbullah atas serangan hari Sabtu, sementara para militan dengan tegas membantah bertanggung jawab.
Iran telah memperingatkan agar tidak menyerang Lebanon untuk menghindari eskalasi konflik lebih lanjut.
Haniyeh, 61 tahun, adalah wajah tegas dari diplomasi internasional kelompok Palestina dan sebelumnya menjabat sebagai perdana menteri Gaza.
Ia meninggalkan jalur tersebut pada tahun 2019 dan beroperasi antara Turki dan ibu kota Qatar, Doha, menghindari pembatasan perjalanan di Gaza yang diblokade dan memungkinkannya untuk bertindak sebagai negosiator dalam pembicaraan gencatan senjata atau untuk berbicara langsung dengan pejabat di Iran.
"Haniyeh memimpin pertempuran politik untuk Hamas dengan pemerintah Arab," kata Adeeb Ziadeh, seorang spesialis dalam urusan Palestina di Universitas Qatar.
Baca Juga: Warga Palestina Tepi Barat: Terbunuhnya Haniyeh Tidak Pengaruhi Perlawanan ke Israel
"Ia adalah front politik dan diplomatik Hamas," kata Ziadeh kepada Reuters.
Pengganti Haniyeh yang paling mungkin adalah Khaled Meshaal, wakilnya di pengasingan yang tinggal di Qatar, kata pejabat Hamas kepada Reuters.
Di bawah Meshaal, Hamas muncul sebagai pemain yang semakin penting dalam konflik Timur Tengah karena popularitas dan kedudukannya di kawasan, kata para analis.
Meshaal berhasil selamat dari upaya pembunuhan terhadap dirinya di Yordania yang diperintahkan oleh Netanyahu pada tahun 1997.
Pembunuhan tersebut berpotensi merusak upaya presiden AS Joe Biden untuk menjadi penengah gencatan senjata sementara dan kesepakatan pembebasan sandera antara Hamas dan Israel.
Kemarahan di Tepi Barat dan di seluruh Timur Tengah
Koresponden senior luar negeri CBS News Debora Patta mengatakan pada hari Rabu bahwa ada keterkejutan, ketidakpercayaan, serta kemarahan di Tepi Barat yang diduduki Israel atas pembunuhan Haniyeh.
Banyak warga yang turun ke jalan di wilayah Palestina, yang tidak pernah dikelola oleh Hamas tetapi dukungan untuk kelompok tersebut meningkat selama perang di Gaza. Mereka meneriakkan: "Tepi Barat untuk Hamas."
Haniyeh dipandang sebagai salah satu pemimpin Palestina yang lebih pragmatis, dan suara kritis dalam pembicaraan gencatan senjata. Ia tumbuh di kamp pengungsi tempat ia tinggal sampai pengasingannya sendiri pada tahun 2017.
Bagi banyak warga di Tepi Barat dan Gaza, ia dipandang sebagai orang yang tidak pernah melupakan asal-usulnya, meskipun ia memegang peran utama di Hamas.
Ada juga kemarahan di Irak dan Suriah, tempat Iran mendukung berbagai kelompok militan proksi, beberapa di antaranya bersumpah untuk membantu membalas dendam atas pembunuhan Israel.