kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemulihan ekonomi global kian terancam virus corona varian Delta


Kamis, 05 Agustus 2021 / 06:30 WIB
Pemulihan ekonomi global kian terancam virus corona varian Delta


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pemulihan ekonomi global yang diharapkan tahun ini tampaknya menghadapi tantangan berat. Munculnya Covid-19 varian Delta yang lebih cepat menular membuat kecemasan di seluruh dunia meningkat. Banyak negara saat ini tengah menghadapi gelombang baru kasus Covid-19. 

Kondisi ini tentu akan menghambat pencapaian target pertumbuhan ekonomi dunia yang sudah ditetapkan tahun ini. Beberapa lembaga dunia sudah mulai memangkas proyeksi ekonomi. 

Asian Development Bank (ADB) misalnya melihat pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia tahun ini akan sedikit lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Oleh karena itu, lembaga ini telah merevisi turun proyeksi ekonomi Asia tahun ini ke 7,2% dari proyeksi sebelumnya 7,3%. 

Baca Juga: Jumlah kasus baru COVID-19 di China terus meningkat, tertinggi sejak Januari

Namun, proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia tahun depan dinaikkan menjadi 4,4% dari perkiraan sebelumnya hanya 5,3%. ADB mempertahankan perkiraan pertumbuhannya untuk China pada 8,1% tahun ini dan 5,5% tahun depan. Namun, proyeksi  pertumbuhan India tahun ini diturunkan dari 11% menjadi 10% dan tahun depan direvisi dari 7% menjadi 7,5%.

Untuk Asean, ADB merevisi turun pertumbuhan ekonomi tahun 2021 dari 4,5% menjadi 4,1% untuk Indonesia, Thailand dari 3% menjadi 2%, Malaysia dari 6% menjadi 5,5% dan Vietnam dari 6,7% menjadi 5,8%. Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura dinaikkan dari 6% menjadi 6,3% dan Filipina dipertahankan 4,5%.

Melansir Reuters, Rabu (3/8), Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada mengatakan pemulihan di kawasan Asia dan Pasifik dari dampak pandemi masih terus berlanjut, meskipun jalannya tetap genting di tengah wabah baru, varian virus baru, dan peluncuran vaksin yang tidak merata. 

Sementara Dana Moneter Internasional (IMF) masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 6% tahun 2021. Beberapa negara diproyeksi akan tumbuh lebih cepat, namun beberapa lainnya akan tumbuh lebih lambat. 

Baca Juga: Jeff Bezos bukan lagi orang terkaya dunia, ini penggantinya

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan, pemulihan ekonomi akan terhambat kecuali jika kecepatan vaksinasi Covid-19  ditingkatkan. Target untuk mengakhiri pandemi pada akhir 2022 diperkirakan tidak akan bisa dicapai jika kecepatan vaksinasi masih seperti level saat ini.

Walaupun target di pertahakan, Georgieva menekankan, relatif kurangnya akses vaksin di negara-negara berkembang dan ancaman penyebaran cepat varian Delta bisa memperlambat momentum pemulihan ekonomi. 

Ekonomi China

China juga menghadapi gelombang baru Covid-19. Ini kemungkinan bakal mengekang pengeluaran ritel dan pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun ini. Nomura Holdings menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB negara itu pada 2021 menjadi 8,2% dari 8,9%.

Namun di sisi lain, arus ekspor barang teknologi China rupanya masih meningkat meski menghadapi perang dagang dengan AS. Berdasarkan riset terbaru Growth Lab Universitas Harvard yakni Indeks tersebut mengukur keragaman dan kecanggihan teknologi barang yang diekspor suatu negara serta volume ekspornya, China berada di peringkat ke-16 secara global dalam kompleksitas ekspornya pada 2019. Naik tiga peringkat dari tahun sebelumnya.

Tim Cheston, manajer riset senior di Growth Lab menyatakan data menunjukkan China mampu meningkatkan peringkatnya dengan mengekspor ke wilayah lain di tengah tarif AS. "Ada langkah mahir oleh China untuk mendiversifikasi tujuan ekspornya untuk elektronik ke Eropa dan tempat lain,” katanya dikutip Bloomberg, Rabu (4/8/2021). 

Sementara data setelah dampak Covid-19 belum tersedia namun diprediksi kemungkinan peringkatnya akan naik karena lonjakan ekspor China. Cheston bilang, ada tanda-tanda bahwa China akan terus mendapatkan pangsa pasar di sektor-sektor karena mampu menjaga produksi tetap berjalan.

Namun demikian, peringkat tinggi tidak menjamin pertumbuhan ekonomi yang cepat. Kinerja ekspor China kontras dengan India dimana peringkatnya turun ke urutan 43 pada tahun 2019. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi China akan melampaui India selama 10 tahun ke depan.

Selanjutnya: Airbus raih pendapatan sebesar € 24,6 miliar di semester I-2021



TERBARU

[X]
×