Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pengadilan banding Amerika Serikat (AS) memutuskan bahwa sebagian besar tarif impor yang diberlakukan Presiden Donald Trump tidak sah secara hukum. Putusan ini melemahkan salah satu instrumen utama kebijakan ekonomi internasional Trump.
Dalam putusan yang terbelah 7-4, Pengadilan Banding Federal di Washington D.C. menyatakan tarif yang dijatuhkan sejak April, termasuk terhadap China, Kanada, dan Meksiko pada Februari, tidak sesuai dengan undang-undang.
Meski demikian, tarif tersebut tetap berlaku hingga 14 Oktober guna memberi waktu bagi pemerintahan Trump mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
Trump menjadikan tarif sebagai pilar kebijakan luar negerinya di periode kedua, untuk menekan negara mitra dagang dan menegosiasikan ulang kesepakatan perdagangan.
Baca Juga: APINDO Sebut Amerika Terancam Kena Inflasi Tinggi Imbas Kebijakan Tarif Impor Trump
Ia menilai putusan itu bermotif politik. “Jika tarif ini dicabut, negara akan menghadapi bencana total,” tulis Trump di platform Truth Social. Ia yakin Mahkamah Agung akan membatalkan putusan banding.
Sengketa Dasar Hukum
Trump menggunakan Undang-Undang International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) 1977 sebagai dasar tarif. Aturan ini memberi presiden wewenang saat darurat nasional, tetapi lebih sering dipakai untuk sanksi atau pembekuan aset musuh.
Pengadilan menilai IEEPA tidak secara eksplisit mengizinkan presiden memungut tarif maupun pajak.
Baca Juga: Ekspor SDA RI Tertekan Tarif Impor Trump
Trump beralasan defisit perdagangan AS, melemahnya industri dalam negeri, hingga arus masuk narkotika lintas negara merupakan “ancaman luar biasa” yang membenarkan penggunaan IEEPA.
Departemen Kehakiman AS mendukung pandangan itu dengan menyebut presiden berhak mengatur impor di bawah keadaan darurat.
Dampak Politik dan Ekonomi
Putusan ini muncul di tengah gugatan sejumlah negara bagian Demokrat serta pelaku usaha kecil yang menilai Trump melampaui kewenangannya. Konstitusi AS memberi hak kepada Kongres, bukan presiden, untuk menetapkan pajak dan tarif.
Analis memperkirakan pemerintahan Trump sudah menyiapkan langkah alternatif. “Mereka kemungkinan mencari dasar hukum lain agar tarif tetap berlaku,” ujar William Reinsch, mantan pejabat Departemen Perdagangan.
Pasar keuangan belum banyak bereaksi, tetapi sebagian ekonom menilai keputusan ini menambah ketidakpastian.
Baca Juga: AS Tetap Mengenakan Tarif Impor 32% kepada RI, Ekonom: Kita Jangan Banyak Mengalah
“Yang paling tidak dibutuhkan dunia usaha saat ini adalah ketidakpastian baru soal perdagangan,” kata Art Hogan, kepala strategi pasar di B. Riley Wealth.
Kasus ini diperkirakan berujung di Mahkamah Agung, yang saat ini memiliki mayoritas konservatif 6-3. Meski beberapa putusannya mendukung agenda Trump, mahkamah belakangan juga kerap menolak interpretasi hukum lama yang terlalu luas.
Menurut Josh Lipsky dari Atlantic Council, “Putusan ini bisa membuat agenda ekonomi Trump berhadapan langsung dengan Mahkamah Agung, sebuah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.”