Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Selama ini banyak orang yang mengira China dapat menggunakan cadangan mata uangnya yang besar untuk mencegah perlambatan ekonomi. Namun, lagi-lagi, Pettis meragukannya. Menurutnya, cadangan yang besar hanya membantu China jika mereka memiliki banyak utang luar negeri.
Masalahnya adalah China memiliki utang dalam negeri yang sangat besar. Pettis menegaskan, cadangan mata uang besar bukanlah tanda kekuatan, melainkan tanda distorsi domestik yang signifikan.
"Alasan suatu negara membangun cadangan besar biasanya jika mereka memiliki permintaan domestik yang rendah. Coba lihat sejarah: Tiga negara dengan cadangan devisa terbesar dalam 100 tahun terakhir adalah AS pada tahun 1929, China saat ini, dan Jepang pada akhir tahun 1980-an. Dalam kasus AS, cadangan itu tidak mencegah terjadinya Depresi Hebat. Di Jepang, cadangan itu tidak menyelamatkan mereka dari stagnasi ekonomi selama dua dekade," paparnya.
Baca Juga: Di tengah tekanan perang dagang, ekspor China mampu tumbuh 3,3% pada Juli
Di sisi lain, China memiliki surat utang AS dengan nilai lebih dari US$ 1,2 triliun. Kendati demikian, China tidak dapat menggunakannya sebagai senjata dalam perang dagang. "Beberapa orang mengatakan China bisa menjual obligasi dan mencederai AS. Itu tidak masuk akal. Itu tidak akan menciptakan gangguan di pasar, karena The Fed dan investor lain dapat membelinya," jelasnya.
Dia juga menjelaskan, China tidak membeli obligasi ini sebagai bantuan, atau tidak membantu AS dengan memberikan pinjaman. Kepemilikan surat utang AS hanya disebabkan karena China mengalami surplus akun berjalan dan perlu menjaga mata uang agar tidak menguat terlalu banyak.
"Mari kita asumsikan mereka menjual semuanya. Apa yang akan mereka lakukan dengan uang itu? Jika mereka membawanya kembali ke China, yuan akan menguat. Beijing tidak menginginkan itu. Apa lagi yang bisa mereka lakukan? Baik orang Eropa maupun Jepang tidak ingin mereka membeli euro dan yen. Secara teori, mereka bisa meminjamkan ke negara-negara berkembang, tetapi orang China memiliki pengalaman yang sangat buruk dalam meminjamkan ke negara-negara berkembang," paparnya.
(selesai)