Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Tak cuma Indonesia yang marak kasus penipuan online. Di Australia, nilai penipuan online tercatat telah menguras kerugian sekurangnya 93 juta dollar Australia, hampir senilai Rp 1 triliun, per tahun.
Dikutip dari harian Herald Sun edisi Senin (17/6/2013), lembaga konsumen Australia menerima tak kurang dari 80.000 laporan dan pertanyaan dari konsumen maupun para pengusaha kecil sepanjang 2012. Menurut data Targeting Scams, para penipu memanfaatkan penawaran penjualan melalui telepon genggam, belanja online, dan media sosial untuk mencuri uang atau identitas.
Panitia Hari Konsumen Australia pun mengampanyekan cara belanja online yang aman. Hal ini merujuk data bahwa keluhan penipuan online bermodus iklan baris palsu dan lelang telah meningkat 65 persen sepanjang 2013 berjalan.
Wakil ketua lembaga konsumen (ACCC) Delia Rickard mengatakan bahwa jumlah yang lebih akurat dari penipuan online sulit diketahui karena banyak orang yang malu melaporkan kasus mereka. Dia menduga banyak penipuan dilakukan oleh jaringan kriminal terorganisasi dari luar negeri kanguru. "Yang paling penting adalah mengenal kode-kode suatu penipuan," tuturnya.
Kerugian terbesar yang pernah menimpa konsumen individu adalah senilai 3,5 juta dollar Australia, lebih dari Rp 350 miliar. Kasus ini menggunakan modus penipuan warisan berdasarkan keterangan dari lembaga konsumen. Namun, kasus penipuan yang terpantau kerap terjadi hanya menyasar nominal 100-500 dollar Australia per transaksi.
Dua orang warga negara Inggris telah didenda 800.000 dollar Australia oleh pengadilan untuk kasus penipuan lain yang juga berkedok warisan. Keduanya berupaya menipu seorang pensiunan di Australia. Kasus ini terbongkar setelah sang pensiunan mendaftarkan rumahnya ke sebuah perusahaan real estat untuk dijual.
Sumber: kompas.com