Sumber: Associate Press | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Beberapa hari setelah kematian Moskalik, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan bahwa ia menerima laporan dari kepala intelijen luar negeri Ukraina mengenai “likuidasi” tokoh-tokoh militer Rusia, sambil menegaskan bahwa “keadilan pasti datang”, meski tidak menyebut nama Moskalik secara langsung.
Ukraina, yang kalah jumlah dan persenjataan dibanding Rusia, kerap berupaya mengubah arah konflik dengan serangan-serangan tak terduga. Pada Agustus tahun lalu, pasukan Ukraina melancarkan serangan mendadak ke wilayah Kursk di Rusia, meski saat itu mereka terdesak di berbagai garis depan. Pasukan Rusia akhirnya berhasil memukul mundur serangan tersebut, namun insiden itu sempat mengalihkan fokus militer Rusia dan meningkatkan moral Ukraina.
Selain itu, Ukraina juga berulang kali menyerang armada laut Rusia di Laut Hitam menggunakan drone laut dan rudal, yang memaksa Rusia memindahkan kapal perangnya dan membatasi skala operasi.
Pada Juni, kawanan drone yang diluncurkan dari truk juga menyerang pangkalan pembom Rusia di berbagai wilayah. Ukraina mengklaim lebih dari 40 pesawat pembom jarak jauh rusak atau hancur, meski Moskow menyebut hanya beberapa pesawat yang terkena serangan.
Sementara itu, pejabat Barat menuduh Rusia menjalankan kampanye sabotase di luar medan perang, dengan mengorkestrasi puluhan insiden gangguan dan perusakan di berbagai negara Eropa untuk melemahkan dukungan terhadap Ukraina. Rusia membantah tuduhan tersebut.
Tonton: Turkiye Akan Kembalikan S-400 Rusia demi Bisa Beli Jet Tempur F-35 AS
Kesimpulan
Pembunuhan Letjen Fanil Sarvarov menegaskan bahwa perang Rusia–Ukraina telah merambah jauh ke jantung Moskow, bukan lagi sekadar konflik di garis depan. Serangkaian pembunuhan terhadap jenderal Rusia menunjukkan meningkatnya perang bayangan (shadow war), di mana intelijen, sabotase, dan serangan presisi menjadi senjata utama. Bagi Rusia, insiden ini memperlihatkan celah serius dalam sistem keamanan domestik. Sementara bagi Ukraina, strategi serangan tak terduga tampaknya terus digunakan untuk menekan Rusia secara psikologis dan strategis.













