kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perusahaan AS eksodus dari China ke negara Asia Tenggara, namun bukan ke Indonesia


Rabu, 10 Juni 2020 / 11:20 WIB
Perusahaan AS eksodus dari China ke negara Asia Tenggara, namun bukan ke Indonesia
ILUSTRASI. Seorang buruh memakai masker saat bekerja di pabrik Ngoc Nu yang membuat selimut, bantal dan kasur untuk pasar lokal setelah pemerintah melonggarkan penguncian secara nasional di Hanoi, Vietnam, Senin (1/6/2020). REUTERS/Kham


Reporter: Barly Haliem, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Wabah corona (Covid-19) turut mengubah peta rantai suplai global. Data terakhir yang dikumpulkan perusahaan inspeksi rantai pasokan yang berbasis di Hong Kong memperlihatkan, perusahaan Amerika Serikat mulai memindahkan basis dan sumber produksi mereka dari China.

Eksodus manufaktur sudah berlangsung lantaran ketidakpastian yang dipicu oleh perang dagang AS-China pada tahun 2019. Virus corona baru telah mempercepat tren tersebut dan mendorong lebih banyak perusahaan untuk mengurangi ketergantungan mereka dari Tiongkok sebagai pemasok tunggal.

Baca Juga: Daftar 100 negara teraman dari Covid-19, Indonesia berada di peringkat 97

Sebagian besar perusahaan manufaktur AS bergerak menuju Asia Tenggara dan Asia Selatan, menurut laporan oleh Qima, sebuah perusahaan pengawasan mutu dan inspeksi rantai pasokan yang berbasis di Hong Kong.

Laporan Qima mengacu pada data yang dikumpulkan dari puluhan ribu inspeksi rantai pasokan yang dilakukan secara global untuk merek dan pengecer barang konsumen. Para perusahaan menggunakan laporan inspeksi ini untuk membuat keputusan tentang apakah akan bermigrasi ke pemasok baru.

Dalam dua bulan pertama tahun ini, permintaan untuk inspeksi dan audit dari pembeli Amerika Utara meningkat 45% year-on-year (yoy) di Asia Tenggara. Negara yang memperoleh manfaat dari kondisi ini adalah Vietnam, Myanmar dan Filipina. Namun nama Indonesia luput dari laporan tersebut.

Sementara itu, permintaan untuk inspeksi rantai pasokan melonjak 52% di Asia Selatan. Di kawasan ini, Bangladesh menjadi negara tujuan paling populer, terutama untuk merek tekstil dan pakaian jadi.

Baca Juga: Vietnam meratifikasi kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa

Selain itu, jajak pendapat oleh Qima terhadap lebih dari 200 perusahaan pada akhir Februari menunjukkan 87% responden meyakini pandemi corona akan memicu perubahan signifikan dalam manajemen rantai pasokan mereka di masa depan.

Untuk mengurangi risiko kekurangan pasokan yang timbul dari penutupan pabrik di China, lebih dari setengah responden juga mencatat bahwa mereka sudah mulai beralih ke pemasok di wilayah yang tidak terpengaruh oleh virus.

Rantai suplai global memang terganggu dalam beberapa bulan terakhir akibat Covid-19 menyebar ke negara lain di dunia. Masa depan manufaktur Asia di luar Tiongkok akan bergantung pada kemampuan negara-negara di kawasan ini untuk bertahan dari krisis kesehatan.

"Setelah China ditutup pada awal tahun ini, mereka juga terjebak dalam lockdown," kata Mathieu Labasse, Chief Marketing Officer Qima, kepada The Epoch Times melalui surat elektronik.

Baca Juga: Kerahkan alat canggih, Beijing tahu semua aktivitas tetangga di Laut China Selatan

Dia mengatakan, penguncian itu mempengaruhi produksi dan permintaan akibat penutupan pasar ekspor global.

“Kami melihat volume turun lebih dari 40% (yoy) pada bulan April dan Mei di Asia Tenggara, dan sebanyak 80% untuk Asia Selatan (India, Bangladesh, Pakistan),” kata Labasse.




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×