kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.889   41,00   0,26%
  • IDX 7.203   61,60   0,86%
  • KOMPAS100 1.107   11,66   1,06%
  • LQ45 878   12,21   1,41%
  • ISSI 221   1,09   0,50%
  • IDX30 449   6,54   1,48%
  • IDXHIDIV20 540   5,97   1,12%
  • IDX80 127   1,46   1,16%
  • IDXV30 135   0,73   0,55%
  • IDXQ30 149   1,79   1,22%

Perusahaan AS eksodus dari China ke negara Asia Tenggara, namun bukan ke Indonesia


Rabu, 10 Juni 2020 / 11:20 WIB
Perusahaan AS eksodus dari China ke negara Asia Tenggara, namun bukan ke Indonesia
ILUSTRASI. Seorang buruh memakai masker saat bekerja di pabrik Ngoc Nu yang membuat selimut, bantal dan kasur untuk pasar lokal setelah pemerintah melonggarkan penguncian secara nasional di Hanoi, Vietnam, Senin (1/6/2020). REUTERS/Kham


Reporter: Barly Haliem, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro

Namun, perusahaan inspeksi percaya bahwa diversifikasi sumber daya akan meningkat ketika perdagangan global kembali berputar.

"Merek dan pengecer yang terkena badai kemungkinan akan merombak portofolio pemasok, yakni pabrik-pabrik yang berhasil selamat dari kuncian," kata laporan Qima.

Perlambatan permintaan global karena lockdown, terutama di Eropa dan Amerika Serikat, juga telah memukul pemasok China.

Baca Juga: Gejolak politik di AS turut mendorong dana asing masuk ke pasar saham Asia

"Setelah naik singkat pada pertengahan Maret ketika pabrik-pabrik China dibuka kembali, volume kembali anjlok pada April dan Mei karena pasar ekspor ditutup," kata Labasse. Qima mencatat penurunan 20% (yoy) dalam volume inspeksi di Tiongkok selama dua bulan terakhir.

Namun, gambarannya sangat berbeda untuk peralatan pelindung pribadi (APD), karena China adalah pemasok global yang dominan.

"Kami melihat masuknya volume inspeksi masker besar-besaran, terutama mulai pertengahan Mei," kata Labasse.

Baca Juga: Tatanan Perekonomian Global Pasca Korona

Dalam dua dekade terakhir, Tiongkok telah menjadi pemasok global yang penting. Menurut PBB, China menyumbang hampir 20% dari perdagangan global dalam produk-produk setengah jadi, naik signifikan dari tahun 2002 sebesar 4%.

Sebagian besar perusahaan besar AS besar telah berinvestasi dalam fasilitas dan sumber daya manusia di China untuk mendapatkan akses ke pasar Tiongkok. Mereka juga telah menyerahkan kekayaan intelektualnya sebagai harga yang dibayar untuk masuk.

Namun pandemi Covid-19, ditambah sentimen buruk terhadap rezim Tiongkok selama beberapa bulan terakhir, telah memaksa banyak perusahaan untuk memikirkan kembali hubungan mereka dengan China.

Baca Juga: Berhasil atasi virus corona, wisatawan dari empat negara ini bisa ke Jepang

Dalam upaya diversifikasi rantai pasokannya, Apple tahun lalu meminta pemasok utama untuk mempertimbangkan memindahkan volume produksi mereka dari China ke Asia Tenggara. Perusahaan juga memulai proses pemindahan fasilitas produksi AirPods, earbuds nirkabel populer mereka, dari China ke Vietnam.

Setidaknya 50 perusahaan multinasional, termasuk asal Amerika, Jepang dan Taiwan, mengumumkan rencana pada tahun 2019 untuk menggeser manufaktur mereka keluar dari Tiongkok untuk menghindari tarif AS.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×