Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha mengatakan, semua undang-undang akan pemerintah gunakan terhadap pengunjuk rasa yang melanggar aturan.
Pengumuman Prayut itu datang sehari setelah ribuan pengunjuk rasa melemparkan cat ke markas polisi Thailand dalam apa yang mereka katakan sebagai tanggapan terhadap penggunaan meriam air dan gas air mata yang melukai puluhan orang pada Selasa (17/11), hari protes paling keras sejak Juli.
Beberapa pengunjuk rasa juga menyemprotkan grafiti anti-monarki.
"Situasinya tidak membaik," kata Prayut, Kamis (19/11), seperti dikutip Reuters. "Ada risiko eskalasi ke lebih banyak kekerasan. Jika tidak ditangani, itu bisa merusak negara dan monarki tercinta".
Baca Juga: Redam aksi protes, Thailand cabut keadaan darurat di Bangkok
"Pemerintah akan meningkatkan tindakannya dan menggunakan semua hukum, semua pasal, untuk mengambil tindakan terhadap pengunjuk rasa yang melanggar hukum," tegasnya.
Tidak disebutkan, apakah ini termasuk Pasal 112 KUHP, yang melarang penghinaan terhadap monarki. Hanya, Prayut mengatakan awal tahun ini, bahwa beleid itu tidak digunakan untuk saat ini atas permintaan Raja Maha Vajiralongkorn.
Tapi, "Ini bisa berarti, mereka menggunakan Pasal 112 untuk menangkap para pemimpin protes," kata aktivis Tanawat Wongchai di Twitter. "Apakah ini kompromi?"
Meskipun Istana Kerajaan belum mengomentari protes tersebut, Raja Maha Vajiralongkorn baru-baru ini menyebut Thailand sebagai "tanah kompromi", sebuah frase yang telah diperlakukan dengan cemoohan oleh pengunjuk rasa.
Baca Juga: Ketegangan meningkat, PM Thailand desak royalis dan pengunjuk rasa menahan diri
Marah oleh grafiti anti-monarki pada demonstrasi pada Rabu (18/11), beberapa royalis menyerukan penerapan Pasal 112 lewat posting di media sosial.
Lusinan pengunjuk rasa, termasuk banyak dari pemimpin paling terkemuka, telah ditangkap atas berbagai tuduhan dalam beberapa bulan terakhir, meskipun bukan karena mengkritik monarki.
Sebuah protes besar direncanakan di Biro Properti Mahkota pada 25 November atas pengelolaan kekayaan istana, yang telah diambil oleh Raja ke dalam kendali pribadinya. Dana tersebut bernilai puluhan miliar dolar.
Para pengunjuk rasa mengatakan, akan ada demonstrasi tujuh hari lagi setelah itu.