Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Aktivitas pabrik di Korea Selatan kembali melemah pada Agustus 2025, mencatat kontraksi selama tujuh bulan berturut-turut.
Penyebab utamanya adalah merosotnya permintaan luar negeri akibat kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS).
Survei S&P Global mencatat Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Korea Selatan berada di level 48,3 pada Agustus, naik tipis dari 48,0 pada Juli.
Baca Juga: Indeks PMI Manufaktur Jepang Agustus 49,7, Ekspor Anjlok Hampir 1,5 Tahun Terburuk
Namun, indeks ini masih tertahan di bawah level 50 yang memisahkan ekspansi dan kontraksi sejak Februari lalu.
“Menurut pelaku manufaktur, kondisi ekonomi domestik yang menantang ditambah dampak tarif AS menjadi faktor utama yang menekan penjualan dan produksi,” ujar Usamah Bhatti, ekonom S&P Global Market Intelligence.
Data subindeks menunjukkan output industri turun untuk bulan keenam beruntun, sementara pesanan baru juga terus menyusut selama lima bulan terakhir, meski laju penurunannya sedikit melunak.
Pesanan ekspor baru tercatat anjlok paling dalam sejak April, ketika Presiden AS Donald Trump memperkenalkan tarif dasar 10% untuk semua impor.
Baca Juga: PMI Manufaktur Tiongkok Kontraksi di Agustus 2025
Sejumlah responden survei menyebut kebijakan perdagangan AS sangat membebani penjualan eksternal Korea Selatan.
Padahal, pada kuartal II-2025, ekonomi Korea Selatan tumbuh pada laju tercepat dalam lebih dari satu tahun, didorong ekspor teknologi dan rebound konsumsi domestik.
Namun, tren ini terancam oleh kebijakan tarif AS yang lebih tinggi.
Per Agustus, tarif impor AS atas barang dari Korea Selatan resmi naik menjadi 15%, setelah kedua negara mencapai kesepakatan dagang pada akhir Juli yang berhasil menghindari tarif lebih tinggi sebesar 25%.
Untuk menahan tekanan, pemerintahan Presiden Lee Jae Myung mengusulkan kenaikan belanja anggaran yang signifikan.
Baca Juga: IKI vs PMI Manufaktur, Sektor Industri Indonesia Ekspansi atau Kontraksi?
Bank sentral Korea Selatan juga memberi sinyal pelonggaran kebijakan moneter lanjutan.
Meski demikian, produsen Korea Selatan masih menunjukkan optimisme terhadap prospek setahun ke depan, dengan harapan peluncuran produk baru dan membaiknya kondisi ekonomi domestik. Namun, dampak tarif AS tetap menjadi kekhawatiran utama.