Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan gencatan senjata selama tiga hari pada bulan Mei dalam perang dengan Ukraina, untuk memperingati 80 tahun kemenangan Uni Soviet dan sekutunya dalam Perang Dunia Kedua.
Kremlin menyatakan bahwa gencatan senjata 72 jam tersebut akan berlangsung pada 8, 9, dan 10 Mei. Pada 9 Mei, Putin dijadwalkan menjamu sejumlah pemimpin internasional, termasuk Presiden Tiongkok Xi Jinping, dalam sebuah perayaan besar memperingati kemenangan atas Nazi Jerman.
Menanggapi pengumuman tersebut, Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha mengatakan, "Jika Rusia benar-benar menginginkan perdamaian, mereka harus segera menghentikan tembakan. Mengapa harus menunggu sampai 8 Mei?" Ia juga menulis di platform X bahwa gencatan senjata harus "nyata, bukan hanya untuk parade."
Baca Juga: Putin Umumkan Gencatan Senjata 8-10 Mei, Ukraina Tuntut Perdamaian Segera
Gedung Putih menyatakan bahwa Presiden Donald Trump menginginkan gencatan senjata permanen antara Rusia dan Ukraina. Di tengah meningkatnya ketidaksabaran Amerika Serikat, langkah Putin dinilai sebagai isyarat bahwa Rusia masih tertarik pada perdamaian, meski hal ini dibantah oleh Ukraina dan sekutu-sekutunya di Eropa.
Kremlin dalam pernyataannya menegaskan, "Semua tindakan militer ditangguhkan untuk periode ini. Rusia yakin bahwa pihak Ukraina harus mengikuti contoh ini." Namun, Kremlin juga menambahkan bahwa "Jika terjadi pelanggaran oleh pihak Ukraina, angkatan bersenjata Rusia akan memberikan respons yang memadai dan efektif."
Ini merupakan kali kedua Putin mengumumkan gencatan senjata sepihak secara berurutan, setelah sebelumnya mengumumkan gencatan senjata Paskah selama 30 jam yang dituding kedua belah pihak telah dilanggar berulang kali.
Pengumuman ini muncul setelah kritik Presiden Trump terhadap serangan mematikan Rusia di Kyiv pekan lalu, serta kekhawatirannya bahwa Putin "hanya memanfaatkan saya." Washington telah berulang kali memperingatkan akan menghentikan upaya perdamaiannya kecuali ada kemajuan nyata.
Baca Juga: Putin Umumkan Gencatan Senjata 3 Hari di Ukraina, Peringati 80 Tahun Kemenangan PD II
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, yang bertemu dengan Trump di sela-sela pemakaman Paus Fransiskus di Roma pada Sabtu lalu, menyatakan bahwa Kyiv siap mengadakan pembicaraan dengan Moskow setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata untuk menghentikan pertempuran.
Sybiha menyebut bahwa Kyiv telah "terus-menerus mengusulkan" gencatan senjata minimal selama 30 hari. Sementara itu, Rusia menegaskan bahwa pihaknya menginginkan penyelesaian penuh, bukan sekadar jeda dalam pertempuran.
Dalam pernyataannya, Kremlin mengatakan, "Pihak Rusia sekali lagi menyatakan kesiapannya untuk perundingan damai tanpa prasyarat, yang bertujuan untuk menghilangkan akar penyebab krisis Ukraina, dan interaksi yang konstruktif dengan mitra internasional."
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menambahkan bahwa sinyal untuk perundingan langsung harus datang dari Ukraina, mengingat adanya "larangan hukum" bagi negara tersebut untuk bernegosiasi dengan Putin.
Ia merujuk pada dekrit tahun 2022, di mana Zelenskiy melarang negosiasi setelah Rusia mengklaim empat wilayah Ukraina sebagai bagian dari wilayahnya, sebuah langkah yang dikutuk secara luas oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Baca Juga: Putin Sepakati Penghentian Serangan ke Fasilitas Energi Ukraina Selama 30 Hari
Ukraina menuduh Rusia menggunakan tawaran gencatan senjata untuk mengulur waktu dan merebut lebih banyak wilayah, serta mendesak adanya tekanan internasional yang lebih besar terhadap Moskow untuk menghentikan pertempuran. Di sisi lain, Rusia menuduh Ukraina tidak mau berkompromi dan hanya menginginkan gencatan senjata berdasarkan ketentuan mereka sendiri.
Pada hari Minggu, Trump mendesak Rusia menghentikan serangannya di Ukraina, serta mengisyaratkan bahwa Zelenskiy siap menyerahkan Krimea, wilayah yang direbut Rusia pada tahun 2014. Namun, Zelenskiy sebelumnya menyatakan bahwa menyerahkan Krimea akan melanggar konstitusi Ukraina. Kyiv belum memberikan komentar terkait pernyataan Trump tersebut.