Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tri Adi
Tim Sweeney berhasil mengembangkan bisnis developer gim. Inspirasi bisnisnya didapatkan saat ia bekerja sebagai pegawai dan mendapatkan kenyataan walau gajinya kecil. Iapun bertekad untuk berbisnis. Saat membuat gim pertama memang terbilang biasa saja. Namun ia terus memutar otak dan mencari karyawan yang bisa membantunya mengembangkan gim. Sweeney berhasil membuat gim kedua yang lebih laku di pasaran. Dari gim itu kian melambungkan namanya.
Tim Sweeney berhasil mengembangkan Epic Games sebagai perusahaan developer gim terkemuka secara global. Namun bukan hanya karena kemahirannya di bidang gim, kesuksesan itu didukung dengan jiwa bisnis yang sudah dia punya sejak masih muda. Sejak muda, Sweeney memang gemar membaca Harvard Business Review.
Pria penggemar mobil sport ini sebenarnya sempat bekerja di sebuah toko perangkat keras. Namun saat bekerja ia mendapatkan kenyataan pahit kalau orang yang bekerja di perusahaan sebagai pegawai, seberapa keras pun orang bekerja disana hanya akan digaji US$ 4 per jam
Sweeney bertekad berbisnis. Ia memutuskan meminjam traktor dari ayahnya dan mulai menjalankan bisnis pemotong rumput. Kala itu, perusahaan pemotong rumput hanya memungut US$ 120 per halaman. Dihitung-hitung, Sweeney hanya mendapat bayaran sebesar US$ 25 per jam dari pekerjaan pemotong rumput. Dari bisnis pertamanya itu, Sweeney terus berpikir untuk menciptakan bisnis yang lebih keren yang mampu menghasilkan untung yang lebih besar. Karena ia punya kemampuan bidang pemograman, terbersitlah untuk menghasilkan uang dari hobinya.
Saat berusia 21 tahun, Sweeney berhasil membuat gim yang bernama ZZT. Itu adalah gim pertama yang sukses dia komersialkan dengan membukukan penjualan US$ 100 per harinya.
Tidak berhenti disitu, dia mencoba membangun gim kedua bertajuk Jill of the Jungle. Sweeney pun mulai mengembangkan bisnis developer gim. Ia mulai merekrut orang untuk membantu.
Sweeney mengumpulkan tim yang terdiri dari empat orang. Jill of the Jungle adalah gim yang benar-benar menempatkan Epic di industri gaming. Gim keduanya itu mendapatkan respon yang lebih baik ketika dilepas ke pasar pada tahun 1992 mampu mendapatkan 20-30 pembelian setiap hari.
Untuk pengembangan selanjutnya, Sweeney mencari mitra bisnis dan Mark Rein kala itu baru keluar id Software bergabung untuk ikut membantu. Selanjutnya, dia bersama timnya merancang gim Epic's Unreal Engine. Proyek tersebut dimulai pada tahun 1994. Mesin Unreal seluruhnya dibikin Sweeney selama 2,5 tahun.
Epic's Unreal Engine juga sukses di pasaran. Keberhasilan itu bahkan mengantarnya menjadi sampul Next Generation, majalah game elit. Menurut Sweeney, itu adalah prestasi yang belum pernah terjadi di era grafis gim kala itu. Kesuksesan produk itu membuat Sweeney memindahkan perusahaan ke North Carolina tahun 1999 dan berganti nama menjadi Epic Games.
Bisnis terus berkembang, Sweeney dan timnya di Epic Game menyadari bahwa mereka bisa menghasilkan lebih banyak uang dengan memberikan lisensi ke pengembang lain untuk menggunakan teknologi mereka. Terakhir gim paling sukses Epic Games adalah Fortnite. Hebatnya, gim ini tak perlu membayar fee 30% ke Google, karena memang enggan masuk di GooglePlay
Pada tahun 2012, Sweeney menjual 40% saham Epic Games kepada konglomerat China Tencent. Epic Games telah dihargai lebih dari US$ 15 miliar dalam putaran pendanaan terbarunya, yang dipimpin oleh perusahaan ekuitas swasta KKR.
Fortnite melewati pendapatan US$ 1 miliar pada Juli 2018. Aplikasi iOS dilaporkan menghasilkan US$ 2 juta per hari bagi pendapatan Fortnite. Dalam beberapa bulan saja, permainan ini menghasilkan pendapatan US$ 300 juta.
Baru-baru ini, Epic Games dapat tambahan investasi US$ 1,25 miliar untuk ekspansi permainan dalam e-sports dan acara permainan live yang digemari para gamers di seluruh dunia.
(Bersambung)