Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - VATICAN CITY. Ribuan peziarah memadati Basilika Santo Petrus, Rabu (23/4), untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Paus Fransiskus yang wafat dua hari lalu akibat stroke di kediamannya di Santa Marta, Vatikan.
Jenazah Paus berusia 88 tahun itu dibawa dalam prosesi khidmat dari rumah sakit ke basilika, diiringi para kardinal, uskup, biarawan, dan Pengawal Swiss.
Denting lonceng dan nyanyian pujian berbahasa Latin mengiringi langkah para pembawa peti jenazah menuju altar utama, tempat Paus disemayamkan hingga Jumat malam.
Baca Juga: Menanti Putihnya Asap Vatikan: Siapa Paus Selanjutnya?
Antusiasme umat terlihat dari antrean panjang yang mengular di sepanjang jalan utama menuju Vatikan, memadati area lapangan Santo Petrus di bawah sinar matahari musim semi.
“Dia seperti anggota keluarga. Sosok yang membawa Gereja menjadi inklusif dan dekat dengan umat,” kata Rachel Mckay, peziarah asal Inggris.
Paus Fransiskus terakhir tampil di hadapan publik saat Perayaan Paskah, hanya beberapa hari sebelum wafat. Ia tampak tersenyum dan menyapa umat dari mobil Paus terbuka, meski baru pulih dari pneumonia.
Gelombang Emosi dan Penghormatan
Di dalam basilika, umat secara bergiliran mendekatkan diri ke peti jenazah. Fransiskus disemayamkan dengan jubah merah, tangan terlipat menggenggam rosario, serta mengenakan mitra putih di kepala.
Seorang biarawati dari Ostia, Sr. Genevieve Jeanningros, terlihat menangis saat berdiri di samping jenazah.
Baca Juga: Jokowi Jadi Utusan Prabowo untuk Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan
Ia dikenal sebagai aktivis yang dekat dengan komunitas LGBTQ, dan beberapa kali menjamu Fransiskus dalam kunjungan pastoral.
“Melihat jasadnya langsung adalah momen yang surreal, dan sangat emosional,” ujar Alex Lenrtz, peziarah asal AS yang berada di barisan terdepan antrean.
Vatican menyatakan waktu kunjungan yang awalnya dibatasi hingga tengah malam akan diperpanjang karena arus peziarah sangat tinggi.
Dunia Hadir di Pemakaman, Konklaf Menanti
Pemakaman dijadwalkan pada Sabtu (26/4), dan diperkirakan dihadiri oleh pemimpin negara dari seluruh dunia, termasuk Presiden AS Donald Trump—yang kerap bersitegang dengan Fransiskus dalam isu sosial seperti imigrasi.
Kehadiran juga dikonfirmasi dari Italia, Prancis, Jerman, Inggris, Ukraina, Brasil, lembaga-lembaga Uni Eropa, serta Argentina, tanah kelahiran Fransiskus.
Baca Juga: Apa Itu Prosesi Konklaf? Acara Tertutup & Rahasia Memilih Paus Baru Gereja Katolik
Sementara itu, proses pemilihan Paus baru (konklaf) kemungkinan baru dimulai setelah 6 Mei. Sekitar 135 kardinal dari seluruh dunia akan berkumpul dalam pemilihan tertutup di Kapel Sistina.
Saat ini belum ada kandidat unggulan yang menonjol. Namun, nama Kardinal Luis Antonio Tagle (Filipina) dan Kardinal Pietro Parolin (Italia) mulai mengemuka. Keduanya terlihat berdiri berdampingan di basilika saat jenazah disemayamkan.
Kardinal konservatif Raymond Burke dari AS, yang kerap berseberangan dengan Fransiskus, juga hadir dan memberi penghormatan.
Reformasi atau Mundur ke Tradisi?
Selama 12 tahun masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus dikenal progresif dan menolak kemewahan.
Ia mendorong inklusi, memperluas peran perempuan, dan membuka dialog dengan kelompok minoritas.
Baca Juga: Kemenlu Israel Hapus Unggahan Belasungkawa untuk Paus, Picu Ketegangan Diplomatik
Konklaf mendatang akan menjadi penentu arah Gereja Katolik: melanjutkan reformasi Fransiskus atau kembali ke konservatisme.
“Akan sangat alami jika kita memilih Paus dari Afrika atau Asia—wilayah di mana Gereja tumbuh paling dinamis,” kata Kardinal Anders Arborelius dari Swedia.