Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ketika pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan tarif impor kepada China tahun lalu, para pejabat Gedung Putih berkeras bahwa China akan membayar biaya ini. Pemerintah AS mengimplikasikan bahwa perusahaan China akan memangkas harga untuk menyerap pajak impor hingga 25% ketika barang tersebut sampai di AS.
Nyatanya, harga jual perusahaan China bergeming. Artinya justru perusahaan-perusahaan dan konsumen AS yang membayar tarif impor yang diperkirakan sekitar US$ 40 miliar per tahun. Ini adalah hasil riset New York Fed Reserve Bank yang dirilis Senin (25/11).
Baca Juga: Bursa Asia melaju tersengat rekor Wall Street
Efek perang dagang AS-China, Bea Cukai AS menambahkan harga impor sebesar 25% atas barang dari China yang masuk ke AS. Jika perusahaan China menanggung biaya, maka perusahaan-perusahaan ini harus memangkas harga hingga 20% yang memungkinkan perusahaan AS yang mengimpor, untuk mempertahankan harga jual dan profit.
Namun, data impor antara Juni 2018 hingga September 2019 menunjukkan bahwa nilai impor dari China hanya turun 2%. Penurunan ini sejalan dengan penurunan negara-negara lain di tengah perlambatan perdagangan global.
"Stabilitas harga impor yang terus berlanjut bagi barang-barang dari China berarti bahwa perusahaan dan konsumen AS harus membayar tarif impor," ungkap tim riset Fed seperti dikutip Reuters. Para periset ini tidak mengestimasi bagaimana biaya ini terpecah antara penurunan profit perusahaan atau kenaikan harga konsumen.
Baca Juga: Harga emas menyentuh level paling murah dalam 16 pekan terakhir
Tapi, riset ini menunjukkan bahwa China juga merasakan dampak tarif yang lebih tinggi. Porsi impor mesin dan peralatan listrik AS dari China turun sekitar 2% sejak 2017. Porsi impor elektronik dari China pun turun 6%.
"Pangsa pasar ini berkurang terutama karena mesin dari Eropa dan Jepang, serta kenaikan peralatan listrik dan elektronik dari Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam," ungkap riset tersebut.
Riset The Fed New York ini tidak menunjukkan kenaikan pangsa pasar pemasok AS lainnya. Riset juga tidak menyebut apakah negara-negara tersebut menetapkan harga yang lebih tinggi daripada China.
Tidak ada penurunan nilai barang China dalam dolar AS menunjukkan bahwa 10% pelemahan nilai tukar China sejak penerapan tarif tidak digunakan eksportir China untuk meningkatkan daya saing. Hal ini bertentangan dengan tuduhan pemerintah AS sebelumnya. Pelemahan kurs yuan justru menghasilkan keuntungan per unit penjualan bagi eksportir China.