Sumber: Benzinga | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Robert Kiyosaki, penulis buku terkenal Rich Dad Poor Dad, kembali mengeluarkan prediksi berani terkait pasar saham. Pada 26 Januari, melalui akun X miliknya, ia memperingatkan bahwa kehancuran pasar terbesar dalam sejarah akan terjadi pada Februari 2025.
Prediksi ini bukan sekadar pernyataan baru, melainkan kelanjutan dari klaim yang telah ia tulis dalam bukunya Rich Dad's Prophecy (2013), di mana ia menyatakan bahwa kejatuhan besar ini tidak dapat dihindari.
Namun, Kiyosaki tidak hanya berbicara soal ancaman. Ia juga melihat peluang dalam krisis ini, menyebut bahwa saat pasar runtuh, berbagai aset seperti mobil dan rumah akan mengalami penurunan harga yang signifikan. "Kabar baiknya adalah dalam krisis, segalanya dijual murah. Mobil dan rumah pun bisa dibeli dengan harga diskon," tulisnya.
Baca Juga: Kehancuran Pasar Sudah Dekat! 8 Prediksi Menggemparkan Robert Kiyosaki Sejak 2002
Perpindahan Aset: Dari Saham ke Bitcoin, Emas, dan Perak
Dalam pernyataannya, Kiyosaki menekankan bahwa miliaran dolar akan berpindah dari investasi tradisional seperti saham dan obligasi ke aset-aset alternatif seperti Bitcoin, emas, dan perak.
Ia bahkan menyarankan agar orang-orang segera keluar dari "aset palsu" dan beralih ke "aset nyata." Menurutnya, memiliki hanya satu Satoshi (satuan terkecil Bitcoin) sudah cukup untuk mengamankan kekayaan di tengah kekacauan ekonomi.
Dukungan dari Para Ahli Keuangan Global
Prediksi Kiyosaki bukanlah satu-satunya peringatan mengenai kejatuhan pasar saham di tahun 2025. Para analis Goldman Sachs juga mengantisipasi koreksi besar yang bisa mencapai 30% akibat valuasi saham yang terlalu tinggi dan ketidakpastian ekonomi yang berkelanjutan.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Prediksi Keruntuhan Ekonomi Februari 2025, Apa Dampak bagi Bitcoin?
Ekonom Harry Dent mengemukakan pandangan serupa, dengan menyoroti meningkatnya utang pribadi di Amerika Serikat sebagai "bom waktu" yang siap meledak. Ia bahkan menyatakan bahwa gelembung ekonomi bisa pecah lebih awal, yakni pertengahan 2025.
Investor veteran Jeremy Grantham juga memperkirakan penurunan pasar yang "katastrofik." Ia mengaitkan prediksi ini dengan faktor-faktor seperti overvaluasi saham, perubahan demografi berupa penurunan angka pertumbuhan penduduk, serta tantangan global seperti perubahan iklim.