Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
Meskipun biaya peluncuran Kairos tidak diungkapkan oleh Space One, eksekutif perusahaan, Kozo Abe, menyatakan bahwa biayanya "cukup kompetitif" jika dibandingkan dengan pesaingnya, Rocket Lab dari Amerika Serikat.
Sejak tahun 2017, Rocket Lab telah meluncurkan lebih dari 40 roket kecil Electron dari Selandia Baru dengan biaya sekitar US$ 7 juta per penerbangan.
Beberapa perusahaan Jepang, termasuk pembuat satelit radar iQPS dan startup penghapus puing orbital Astroscale, telah menggunakan Electron untuk misi mereka.
Baca Juga: Kapsul NASA yang Sukses Bawa Sampel Asteroid Mendarat di AS
Pada bulan lalu, Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA) berhasil meluncurkan roket andalannya yang hemat biaya, H3. JAXA juga berencana untuk melakukan pendaratan bersejarah di bulan dalam waktu dekat, dan H3 dijadwalkan untuk membawa sekitar 20 satelit dan wahana antariksa pada tahun 2030.
Pada tahun 2019, Interstellar Technologies melakukan peluncuran roket pertama yang dikembangkan secara swasta di Jepang dengan seri MOMO, meskipun tanpa muatan satelit skala penuh.
Jepang, bekerja sama dengan Amerika Serikat, berusaha untuk merevitalisasi industri kedirgantaraan domestiknya untuk bersaing dengan China dan Rusia dalam hal teknologi dan militer.
Baca Juga: China Ingin Libatkan Pihak Asing Ikut Program Luar Angkasa
Pemerintah Jepang pada tahun lalu berjanji memberikan dukungan "komprehensif" bagi perusahaan rintisan luar angkasa yang memiliki teknologi yang penting bagi keamanan nasional, serta berusaha membangun konstelasi satelit untuk meningkatkan kemampuan intelijen.
Kementerian Pertahanan Jepang pada hari Jumat mengumumkan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan Space One untuk meningkatkan muatan roketnya dengan bereksperimen menggunakan mesin metana yang hemat bahan bakar.