Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Pejabat Rusia kembali melontarkan ancaman terhadap Barat dan Ukraina seiring dengan semakin dekatnya keputusan para pemimpin Barat mengenai izin penggunaan senjata jarak jauh oleh Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, pada Jumat malam menyatakan bahwa rencananya untuk memenangkan perang bergantung pada keputusan Washington, mengacu pada permintaan Kyiv untuk melakukan serangan jarak jauh yang telah lama diajukan kepada NATO.
Andriy Yermak, kepala kantor Zelenskiy, melalui aplikasi perpesanan Telegram pada Sabtu mengatakan, “Diperlukan keputusan yang tegas. Teror dapat dihentikan dengan menghancurkan fasilitas militer asal serangan tersebut.”
Baca Juga: Rusia Usir 6 Diplomat Inggris atas Tuduhan Mata-mata dan Sabotase
Kyiv berpendapat bahwa serangan semacam itu penting untuk membatasi kemampuan Rusia menyerang Ukraina. Namun, hingga kini sekutu Barat masih enggan mengizinkan serangan tersebut, khawatir akan memicu eskalasi lebih lanjut dari Rusia dan meragukan efektivitasnya.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, menduga keputusan tersebut telah diambil dan dikomunikasikan ke Kyiv. Ia memperingatkan bahwa Rusia siap merespons.
"Keputusan telah dibuat. Kyiv telah diberikan kebebasan penuh, jadi kami siap untuk segala kemungkinan," kata Ryabkov, dikutip oleh kantor berita RIA. "Kami akan bereaksi dengan cara yang tidak menyenangkan."
Ancaman Nuklir
Dmitry Medvedev, mantan presiden Rusia yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, menuduh Barat sedang menguji batas kesabaran Moskow. Ia memperingatkan bahwa jika serangan Ukraina ke wilayah Rusia terus berlanjut, Moskow bisa menggunakan senjata nuklir.
Baca Juga: Balas Sanksi Barat, Vladimir Putin Ancam Pembatasan Ekspor Uranium Rusia
Medvedev mengklaim bahwa serangan Ukraina ke wilayah Kursk telah memberikan Moskow alasan resmi untuk menggunakan persenjataan nuklirnya atau senjata non-nuklir yang mematikan untuk serangan besar-besaran.
"Dan itu akan menjadi akhir. Tidak ada lagi 'ibu kota Rusia'," tulisnya di Telegram, merujuk pada ancaman terhadap Kyiv.
Sementara itu, Yermak menanggapi ancaman tersebut dengan menyatakan bahwa sikap keras Putin hanya menunjukkan ketakutannya bahwa teror akan segera berakhir.