kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rusia dituding retas pemilu Amerika


Senin, 19 Desember 2016 / 10:38 WIB
Rusia dituding retas pemilu Amerika


Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Dupla Kartini

WASHINGTON. Dua lembaga penyelidikan Amerika Serikat (AS) mengungkapkan dugaan aksi peretasan sistem informasi pemilu presiden AS 2016. Kedua lembaga tersebut, yakni Biro Investigasi Federal atawa Federal Bureau of Investigation (FBI) dan Director of National Intelligence (DNI), sepakat dengan hasil penyelidikan Central Intelligence Agency (CIA) yang menyebut Rusia berada di balik aksi peretasan itu.

Seperti diberitakan Washington Post, Jumat (16/12),  Direktur FBI James B. Comey dan Direktur DNI James R. Clapper Junior membenarkan tudingan CIA. Aksi Rusia itu, dimaksudkan untuk memenangkan kandidat dari Partai Republik Donald Trump, yang pada akhirnya memenangkan pemilihan presiden.

Direktur CIA John Brennan, Jumat pekan lalu menyebutkan, telah terjadi pertemuan antaranya dirinya dengan Comey dan Clapper. "Ada konsensus kuat diantara kami, bahwa Rusia telah mengganggu proses pemilihan presiden di AS," tutur Brennan.

Konon yang menjadi target peretasan adalah Komite Nasional Demokrat dan email pribadi ketua kampanye kubu Hillary Clinton, yakni John Podesta.
Namun di sisi lain, baik pihak FBI maupun DNI menolak mengomentari lontaran Brennen tersebut.

Presiden AS Barack Obama menyatakan bahwa pemerintahnya mengutuk keras kejadian tersebut. Dia mengancam akan ada pembalasan dari Pemerintah AS terhadap aksi peretasan tersebut.

Pihak Rusia langsung membantah tudingan tersebut. Bantahan juga sempat diungkapkan oleh Trump. "Saya pikir itu konyol. Saya tidak percaya itu," ujar Trump kepada Fox News Sunday.

Adapun Hillary Clinton yang sempat menghadiri acara pemberian ucapan terima kasih kepada para pendukung dan penyandang dana kampanyenya, Kamis pekan lalu mengatakan keyakinannya bahwa para hacker berada di balik aksi peretasan tersebut.

Clinton mengatakan, hal ini dilakukan Presiden Rusia Vladimir Putin yang memiliki rasa dendam terhadap dirinya. Hal ini terkait kejadian yang berlangsung lima tahun silam saat Clinton menjabat Menteri Luar Negeri AS dalam kabinet Barack Obama.

Saat itu, ada demonstrasi yang mempermasalahkan kecurangan pemilu di Rusia yang dimenangkan oleh Putin. Para pendemo menuduh Putin telah melakukan kecurangan pemilu. Aksi demonstrasi tersebut juga mendapat dukungan dari Clinton, yang menyebut pemilu presiden di Rusia tidak berjalan adil dan bebas. Para pendemo saat itu merasa mendapat dukungan dari Kementerian Luar Negeri AS.

Motif di balik serangan hacker Rusia kepada tim kampanyenya tersebut untuk pertama kalinya diungkapkan Clinton. Dan Clinton merasa, dirinya telah dicurangi oleh Trump.

DPR meminta bukti

Dalam pernyataan resminya, Direktur DNI James R. Clapper Junior menyatakan,  ingin mengkaji semua intelejen yang dimiliki AS, seperti instruksi Obama. Adapun Devin Nunes, Chairman Komite Intelejen Dewan Perwakilan Rakyat AS yang juga pendukung Trump menyatakan akan menyelidiki isu peretasan oleh mata-mata Rusia.

Nunes lantas meminta lembaga penyelidik untuk menyampaikan hasil temuannya ke dewan. Dia khawatir terjadi polemik, sementara dewan tidak tahu datanya.

Obama sendiri dengan tegas menyatakan, hubungan AS dan Rusia terus memburuk. "Sayangnya, hubungan buruk ini terjadi secara signifikan hanya dalam beberapa tahun terakhir," ujar Obama.


Berita Terkait



TERBARU

[X]
×